Sekali
Dayung, Dua-Tiga Pulau Tersambangi
Kabar angin-anginan
untuk menaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintah masih
menyelimuti kecemasan dimasyarakat. Mereka berharap pemerintah menemukan solusi
selain harus menaikan harga BBM tersebut. Karena menurut mereka, andai saja
pemerintah menaikan harga BBM, maka kemungkinan besar harga bahan-bahan pokok
mereka, seperti bawang merah, bawang putih dan sebagainya, akan terus melonjak
jauh dari harga semestinya. Selain masalah dari pemasokan yang berkurang,
kenaikan harga BBM juga dapat mempengaruhi kenaikan bahan-bahan tersebut. Maka
darinya, masyarakat tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Karena mereka
berasal dari berbagai kalangan. Mungkin bagi kalangan tengah keatas masih bisa
mengimbangi kenaikan tersebut, yang menjadi kekhawatiran besar adalah mereka
yang berasal dari kalangan bawah. Dan kenaikan BBM ini bukan hanya berdampak
pada kenaikan bahan-bahan pokok semata, akan lebih banyak dampak yang lebih
mengerikan ketimbang kenaikan harga bahan pokok, setidaknya ada dua atau sampai
tiga masalah baru yang akan dihadapi negri ini, dan itu sangat merugikan.
Kendaraan umum akan
menaikan tarip dan mereka berpikir lebih baik berkendaraan pribadi. Secara
otomatis, kenaikan BBM akan berdampak pula pada kenaikan tarip angkutan umum,
dan ini akan berimbas pada mereka pengguna jasa angkutan umum yang berpikir
untuk mempunyai kendaraan pribadi ketimbang harus membayar mahal tarip angkutan
umum tersebut. Lalu apa dampak bagi negri kita? Dikota-kota besar, kemacetan
sudah menjadi tradisi didalamnya, bila kita tidak merasakan atmosfer kemacetan
di kota-kota besar di Indonesia ini, maka kita akan merasakan satu hal yang
janggal saat melewatinya. Terlebih lagi, orang-orang yang sering menggunakan
jasa angkutan umum berpikir untuk mempunyai kendaraan pribadi daripada harus
menggunakan angkutan umum dengan tarip yang tidak sewajarnya karena kenaikan
BBM. Kemudian, hal ini tidak bisa kita hindari yang akan berakibat kemacetan
bertambah parah, karena bertambahnya kendaraan yang mengisi kepadatan jalan.
Bayangkan saja, ketika sepuluh orang yang sering menggunakan jasa angkutan umum
dan delapan dari kesepuluh orang itu lebih baik menggunakan kendaraan pribadi,
maka diruas jalan akan bertambah delapan kendaraan setiap harinya. Jika biasa
kemacetan masih bisa merayap, dengan bertambahnya kendaraan yang aktif disetiap
harinya, kemungkinan kemacetan malah tidak bisa merayap sama sekali. Pastinya
akan mengganggu ketepatan waktu kita untuk beraktivitas.
Negara bahari akan menikmati
ikan hasil panen negara lain. Kebanyakan dilapangan, yang mengecam keras
kenaikan BBM adalah kalangan nelayan-nelayan. Hidup mereka memang bergantung
kepada hasil laut negara kita, dengan kenaikan BBM, mungkin saja mereka
meninggalkan profesinya sebagai nelayan, kemudian mencari profesi lain yang
lebih hemat BBM. Jika mereka berhenti dari profesi ini, anda dapat bayangkan
sendiri, bagaimana dengan mereka-mereka yang menikmati ikan hasil para nelayan
kita? Apa mungkin mereka akan terjun sendiri ke lautan untuk mendapatkan ikan?
Atau mereka lebih suka menikmati ikan hasil impor dari negara lain? Sungguh
menyedihkan, ketika negara bahari yang dikelilingi lautan dengan potensinya
yang besar terutama dari ikan-ikannya. Kerena nelayan-nelayannya mogok dari
melautnya, negara itu memilih mengimpor ikan-ikan dari negara lain. Janganlah
sampai ini terjadi, maka darinya semoga pemerintah menemukan solusi yang tepat
selain menaikan harga BBM.
Mungkin ada solusi lain
dibalik harus menaikan dan berhutang kerena BBM. Disana tertera, ada BBM yang
bersubsidi dan non-subsidi. Apakah itu bebas mereka nikmati dengan semaunya?
Pihak pertamina juga seharusnya tegas menghadapi hal ini. Mana yang layak
menikmati yang bersubsidi dan non-subsidi. Karena kemungkinan besar, pemasokan
BBM yang semestinya mengayomi masyarakat dengan diadakannya bersubsidi dan
non-subsidi, malah dinikmati semuanya oleh kalangan pemilik non-subsidi. Ketika
hal ini berjalan dengan benar, maka kemungkinan besar pemerintah tidak akan
mengambil langkah yang dapat merugikan kemaslahatan masyarakatnya. Dan tentu
saja mesti ada sinergi antara pertamina dan pemerintah untuk menemukan solusi
bagaimana supaya tidak seharusnya masyarakat yang terkena imbasnya. Memang, ini
perbuatan masyakat yang seharusnya menikmati yang non-subsidi malah mengambil
hak orang lain. Tetapi, sekarang bukannya menyalahkan lagi yang telah berjalan.
Semestinya pemerintah mengatur kembali, mana yang hak bagi kalangan tertentu
dan mana yang tidak berhak untuk dinikmatinya. Karena sekali dayung dua atau
mungkin tiga pulau tersambangi, yang maknanya, sekali menaikan, masalah-masalah
besar akan tersambangi oleh kenaikan tersebut, seperti contohnya yang terdapat
diatas.
No comments:
Post a Comment