Tuesday, 30 April 2013

SEKALI DAYUNG


Sekali Dayung, Dua-Tiga Pulau Tersambangi

Kabar angin-anginan untuk menaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintah masih menyelimuti kecemasan dimasyarakat. Mereka berharap pemerintah menemukan solusi selain harus menaikan harga BBM tersebut. Karena menurut mereka, andai saja pemerintah menaikan harga BBM, maka kemungkinan besar harga bahan-bahan pokok mereka, seperti bawang merah, bawang putih dan sebagainya, akan terus melonjak jauh dari harga semestinya. Selain masalah dari pemasokan yang berkurang, kenaikan harga BBM juga dapat mempengaruhi kenaikan bahan-bahan tersebut. Maka darinya, masyarakat tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Karena mereka berasal dari berbagai kalangan. Mungkin bagi kalangan tengah keatas masih bisa mengimbangi kenaikan tersebut, yang menjadi kekhawatiran besar adalah mereka yang berasal dari kalangan bawah. Dan kenaikan BBM ini bukan hanya berdampak pada kenaikan bahan-bahan pokok semata, akan lebih banyak dampak yang lebih mengerikan ketimbang kenaikan harga bahan pokok, setidaknya ada dua atau sampai tiga masalah baru yang akan dihadapi negri ini, dan itu sangat merugikan.
Kendaraan umum akan menaikan tarip dan mereka berpikir lebih baik berkendaraan pribadi. Secara otomatis, kenaikan BBM akan berdampak pula pada kenaikan tarip angkutan umum, dan ini akan berimbas pada mereka pengguna jasa angkutan umum yang berpikir untuk mempunyai kendaraan pribadi ketimbang harus membayar mahal tarip angkutan umum tersebut. Lalu apa dampak bagi negri kita? Dikota-kota besar, kemacetan sudah menjadi tradisi didalamnya, bila kita tidak merasakan atmosfer kemacetan di kota-kota besar di Indonesia ini, maka kita akan merasakan satu hal yang janggal saat melewatinya. Terlebih lagi, orang-orang yang sering menggunakan jasa angkutan umum berpikir untuk mempunyai kendaraan pribadi daripada harus menggunakan angkutan umum dengan tarip yang tidak sewajarnya karena kenaikan BBM. Kemudian, hal ini tidak bisa kita hindari yang akan berakibat kemacetan bertambah parah, karena bertambahnya kendaraan yang mengisi kepadatan jalan. Bayangkan saja, ketika sepuluh orang yang sering menggunakan jasa angkutan umum dan delapan dari kesepuluh orang itu lebih baik menggunakan kendaraan pribadi, maka diruas jalan akan bertambah delapan kendaraan setiap harinya. Jika biasa kemacetan masih bisa merayap, dengan bertambahnya kendaraan yang aktif disetiap harinya, kemungkinan kemacetan malah tidak bisa merayap sama sekali. Pastinya akan mengganggu ketepatan waktu kita untuk beraktivitas.
Negara bahari akan menikmati ikan hasil panen negara lain. Kebanyakan dilapangan, yang mengecam keras kenaikan BBM adalah kalangan nelayan-nelayan. Hidup mereka memang bergantung kepada hasil laut negara kita, dengan kenaikan BBM, mungkin saja mereka meninggalkan profesinya sebagai nelayan, kemudian mencari profesi lain yang lebih hemat BBM. Jika mereka berhenti dari profesi ini, anda dapat bayangkan sendiri, bagaimana dengan mereka-mereka yang menikmati ikan hasil para nelayan kita? Apa mungkin mereka akan terjun sendiri ke lautan untuk mendapatkan ikan? Atau mereka lebih suka menikmati ikan hasil impor dari negara lain? Sungguh menyedihkan, ketika negara bahari yang dikelilingi lautan dengan potensinya yang besar terutama dari ikan-ikannya. Kerena nelayan-nelayannya mogok dari melautnya, negara itu memilih mengimpor ikan-ikan dari negara lain. Janganlah sampai ini terjadi, maka darinya semoga pemerintah menemukan solusi yang tepat selain menaikan harga BBM.
Mungkin ada solusi lain dibalik harus menaikan dan berhutang kerena BBM. Disana tertera, ada BBM yang bersubsidi dan non-subsidi. Apakah itu bebas mereka nikmati dengan semaunya? Pihak pertamina juga seharusnya tegas menghadapi hal ini. Mana yang layak menikmati yang bersubsidi dan non-subsidi. Karena kemungkinan besar, pemasokan BBM yang semestinya mengayomi masyarakat dengan diadakannya bersubsidi dan non-subsidi, malah dinikmati semuanya oleh kalangan pemilik non-subsidi. Ketika hal ini berjalan dengan benar, maka kemungkinan besar pemerintah tidak akan mengambil langkah yang dapat merugikan kemaslahatan masyarakatnya. Dan tentu saja mesti ada sinergi antara pertamina dan pemerintah untuk menemukan solusi bagaimana supaya tidak seharusnya masyarakat yang terkena imbasnya. Memang, ini perbuatan masyakat yang seharusnya menikmati yang non-subsidi malah mengambil hak orang lain. Tetapi, sekarang bukannya menyalahkan lagi yang telah berjalan. Semestinya pemerintah mengatur kembali, mana yang hak bagi kalangan tertentu dan mana yang tidak berhak untuk dinikmatinya. Karena sekali dayung dua atau mungkin tiga pulau tersambangi, yang maknanya, sekali menaikan, masalah-masalah besar akan tersambangi oleh kenaikan tersebut, seperti contohnya yang terdapat diatas.

No comments:

Post a Comment