“ASUS Notebook
Terbaik dan Favoritku”
Berubah status dari siswa menjadi
mahasiswa membuat aku dan mereka semua berburu kebutuhan yang menunjukkan
seorang mahasiswa. Tidak tahu apa maksudnya, namun itulah kenyataan dari
kehidupan mahasiswa. Yang tidak mungkin ada tadinya, menjadi ada dengan mudah
saja. Memang benar, kalau saja tidak ada dia, semua tugasku akan sangat sulit
terselesaikan, bahkan terbengkalai. Alasannya satu, tidak punya notebook atau
laptop.
Namun apa daya dan upaya bila tidak
memilikinya sebagai mahasiswa. Setelah merenung sejenak dan berpikir radikal,
akhirnya aku punya jalan keluar, merengek pada orang tua dengan berorasi “Ibu! Ayah!
Minta beliin laptop buat ngerjain tugas kuliah,” pintaku sambil guling-guling
di tanah yang sesuai skenario yang sudah aku tentukan.
Sebenarnya bisa saja tugas kuliah
selesai tanpa harus punya dia, contohnya saja teman sekamarku, Rojikin.
Orangnya dingin alias santai bawaannya, mungkin dia satu-satunya mahasiswa yang
belum memiliki si penampung data-data perkuliahan yang pernah aku tahu. Kalau
dia mau mengerjakan tugas kuliahnya, dia cari-cari kesempatan kapan notebookku
dicuekan olehku, itulah hebatnya dia.
Tapi aku tidak bisa seperti anak muda
yang berasal dari daerah yang ingin sekali rasanya aku menginjakkan kaki di
tanah itu, yaitu Banten. Karena satu alasan yang sederhana, kalau aku tidak
punya, lalu aku pinjam ke siapa? Seorang Rojikin pun pasti kewalahan, curi-curi
kesempatan bagaimana lagi kalau notebooknya pun tidak ada yang punya dalam satu
kamar itu.
Oh iya, perkenalkan, ini aku, namaku
Zaeni. Aku adalah mahasiswa semester delapan bisa dibilang semester akhir dalam
aturan mainnya. Aku adalah mahasiswa biasa-biasa saja di kampus tercintaku,
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Walau pun biasa, aku akan
mengerjakan satu hal yang luarbiasa, membuat skripsi.
Ini ceritaku sebagai mahasiswa baru yang
menginginkan sahabat setia mahasiswa, pertama kali statusku berubah menjadi
mahasiswa, dalam benakku terbayang seorang mahasiswa yang terus menenteng
notebook atau laptop dengan buku-buku tebal yang ia bawa. Sungguh menakutkan,
karena aku hanya seorang anak manusia yang tidak hobi membaca. Sedangkan hobiku,
bercanda dan bergurau dengan teman-teman.
Memang benar begitu adanya, “Sekarang
sudah menjadi MAHASISWA, bukan siswa lagi,” kata ayahku saat tahu aku diterima
disana. “Maka darinya, seorang mahasiswa harus berjuang lebih dari seorang
siswa,” lanjut ayah. Ayahku tahu betul apa kebutuhan yang paling dibutuhkan
oleh seorang mahasiswa, aku berharap ayah menawariku untuk memiliki satu asset
paling berharga bagi seorang mahasiswa dengan berkata, “Notebook atau laptop
apa dan bagaimana yang mau kamu beli?”.
Namun anggapanku salah besar, nol besar,
ayah malah menyarankan kepadaku dengan saran yang sangat aku tidak suka. “Kalau
mahasiswa itu, harus banyak membaca buku,” saran ayah. Tubuhku langsung melemas
mendengarkan perkataan itu, tapi memang benar, mahasiswa itu harus banyak membaca.
Membaca disini aku artikan bukan membaca buku saja. Melihat kondisi dan
kejadian sekitar pun adalah membaca.
Ayah memang menyarankan begitu, kalau
aku merengek meminta apa yang aku inginkan pada ayah percuma saja. Karena keuangan
keluarga semuanya ibuku yang pegang dan keputusan pun ada pada ibu. Usahaku tidak
sia-sia, setelah merengek beberapa jam dengan guling-gulingan di tanah, ibu
melihatku kasian juga, yang pada akhirnya mengabulkan satu permintaan yang
pasti banyak mahasiswa lain ajukan.
Disinilah start-ku memilih-milih dan tengok sana-sini cari informasi tentang notebook
atau yang berkualitas, namun masih bisa terjangkau oleh mahasiswa sepertiku.
Setelah bertanya kesana-kemari, terakhir yang aku lakukan sebelum terjun
langsung ke lapangan adalah menanyakan pada Mbah Google, yang tahu tentang
semuanya, namun tidak so tahu.
Ada satu momen yang tidak bisa aku
lupakan dengan si Mbah. Saat iseng-iseng dan rasa penasaran apa yang akan
keluar ketika aku mengetik nama “ROJIKIN” pada mesin pencari terbesar itu,
ternyata yang keluar adalah seorang politisi di suatu daerah yang sedang
menyalonkan dirinya sebagai bupati daerah tersebut. Orang itu berbadan gendut,
berkumis tebal dan bernama “Rojikin” pula, tidak ada kepanjangannya. Melihat apa
yang sedang terjadi, aku hanya bisa tertawa terbahak-bahak melihatnya.
Si Mbah itu baik sekali, tidak pelit,
semua info yang aku butuhkan ia keluarkan ketika aku mencari notebook atau laptop
yang sesuai kebutuhanku dengan kata kunci “Notebook Terbaik”, tidak
tanggung-tanggung, banyak sekali tipe notebook dan laptop yang menampakkan
dirinya padaku. Aku coba melihat satu persatu, sebagai siswa yang masih dalam
tahap adaptasi dengan status mahasiswa, aku hanya bisa mengkunsultasikan kembali
pada orang yang lebih tahu, setelah si Mbah membimbingku untuk mengetahui
macam-macam notebook yang lumayan membuat aku pusing seperti ditimbuk batu dari
belakang, yang tepat mengenai bagian belakang kepalaku.
Proses pencarian selesai sudah, namun
aku belum menentukkan notebook mana yang akan menjadi pendampingku menjelajahi
rimba perkuliahan. Aku sebut perkuliahan itu bagaikan hutan rimba, karena
memang kehidupan disana seperti di dalam rimba. Hukum rimba pun berlaku sebagai
aturan mainnya. Siapa yang lemah atau malas-malasan, akan jatuhlah ia dan
mungkin tidak akan melanjutkan perkuliahannya lagi.
Karena mahasiswa yang pintar akan
semakin pintar dan yang biasa sama seperti biasanya serta yang kurang pintar
akan semakin merosot karena semua kesempatan akan tertutup oleh mahasiswa yang
pintar. Memang, semuanya harus berlomba-lomba, namun beginilah bekerjasama
dengan orang-orang pintar. Mereka akan bekerja sendiri saja, tanpa memedulikan
teman sekelasnya, itu hanya menurutku. Bagaimana menurut kalian?
Ketika dia berkenan mengasih tahu
tentang satu tugas, dia hanya memberi tahu deadline tugasnya saja. Tidak
memberi tahu bagaimana cara mengerjakan tugas tersebut. Dan aku sempat
bertanya-tanya, “Apa yang sedang mereka pikirkan!?” tanyaku dalam hati. Apa
mereka takut image kepintarannya
tersaingin oleh temannya! Tapi itu bukan urusanku, aku hanya bisa berjuang
sendiri. Karena yang menentukan kedepannya hanya aku sendiri.
Pemburuan notebook pun berlanjut dengan
memutuskan terjun langsung ke lapangan. Supaya jelas notebook apa yang sesuai
kebutuhanku. Namun bukannya tidak dengan bekal yang ada dalam kepalaku, karena
kalau aku mau membeli sesuatu, apa lagi di saat seperti ini, sedikit
pengetahuan harus ada.
“Harus punya bekal kalau mau kemana-mana
itu,” ayah berpesan padaku saat kecil dulu. Ini pesan yang membuatku terus
mempersiapkan diri kalau aku mau pergi, walau pun hanya keluar rumah satu
langkah. Bekalnya bermacam-macam, bisa saja dengan sebuah pengetahuan tentang
apa yang mungkin aku lihat di luar sana.
Contohnya saja saat aku mau keluar dari
kamarku yang akan membeli jus alpukat. Sebelum berangkat dan sebelum
membelinya, aku harus tau apa manfaat buah alpukat untuk tubuhku. Dan ternyata,
alpukat itu baik untuk kesehatan kulit dan rambut kita, yang di dalamnya
mengandung vitamin E yang akan melindungi kulit dan tambut kita dari radiasi
sinar matahari.
Mungkin
aku sudah siap untuk memilih, dengan pengetahuanku yang sangat sedikit ini.
Namun aku percaya, aku akan menemukan pengetahuan yang baru ketika nanti
bertanya-tanya pada penjaga di setiap tokonya. Aku yakin mereka semua
ramah-ramah, karena keramahannya aku yakin juga mereka tidak akan pelit berbagi
informasi tentang notebook.
Aku pergi bersama dua teman baikku, ke
tujuan yang sudah ditentukan. Kita pergi ke sebuah tempat pusat perbelanjaan
elektronik di kotaku sebagai mahasiswa. Ini adalah pengalaman pertama kalinya untukku
saat itu, saat baru beberapa bulan menikmati indahnya kota kembang. Aku pergi
dengan rasa bangga, kenapa tidak? Ada tiga kebanggaan yang ku bawa saat itu.
Pertama, ini kebanggaan yang paling aku
banggakan, yaitu kepercayaan orang tua. Seumur hidupku sebagai manusia baru
saat itu orang tuaku mempercayai aku untuk menjaga uang yang tidak sedikit
jumlahnya, dan yang paling penting lagi, aku dipercaya untuk membelinya
sendiri. Siapa coba yang tidak bangga ketika kita dipercaya oleh orang tua?
Pasti semua manusia merasakan kebanggaan tersendiri ketika orang tuanya percaya
pada dirinya.
Kebanggaan yang kedua, menikmati
indahnya kota Bandung malam hari. Karena ini pengalamku yang pertama kali
mengelilingi kota Bandung juga, hal ini menjadi kebanggaan tersendiri untukku.
Bandung itu indah walau di siang hari, namun aku terkejut dengan keadaan
Bandung di malam hari. Sungguh indah, semoga keindahannya tetap terjaga.
Dan ini kebanggaanku yang ketiga, atau
kebanggaanku yang terakhir, mempererat persahabatan. Namanya Abul dan Abdul, tapi
ingat, mereka bukan kembar. Namun namanya saja yang hampir mirip. Abul orangnya
terlalu emosional, namun dengan candaanku sifatnya bisa aku redam. Sifat Abul
dan Abdul memang berbanding terbalik, kalau Abdul orangnya murah senyum,
sampai-sampai tiang besi pun ia cium. Namun itu kenangan SMA dulu, saat kita
bermain futsal bersama.
Karena lapangan futsal di sekolah kita
terbuka dan serba guna, ada dua tiang yang berdiri tegak di sebelah kanan dan
kiri lapangan. Katanya tiang itu digunakan untuk bermain voli yang tingginya masing-masing
2 meter, “Untuk net ketika ingin bermain bola voli,” jelas divisi olahraga
sekolah.
Ketika mengetahui aku akan membeli
notebook atau laptop, mereka berdua saling menyarankan padaku untuk membeli
notebook dan laptop kepercayaan mereka. Aku pun percaya, mereka pasti
menawarkannya dengan banyak pertimbangan padaku. Sehingga ketika aku memutuskan
membeli notebook dan laptop yang mereka sarankan, aku tidak kecewa. Tapi aku
percaya, semua notebook dan laptop itu bagus kualitasnya. Namun ada yang cocok
dan tidak dengan pemiliknya.
Saran Abdul sangat baik dan menarik,
sehingga aku mempertimbangkan sarannya. Dia membagi informasi kepadaku tentang
notebooknya yang ber-branded ASUS. Katanya,
notebook ASUS itu paling nyaman untuk digunakan oleh aku, dia dan mereka
sebagai mahasiswa. Memang benar kata Abdul, rata-rata teman sekelasku
kebanyakan memakai notebook ASUS. Namun aku belum percaya, apakah benar
notebook ASUS itu nyaman digunakan bagi mahasiswa.
Setelah berkeliling mengitari pertokoan
yang ada di pusat perbelanjaan elektronik ternama di Bandung, aku mencoba untuk
mendengarkan perkataan seorang Abdul yang menyarankanku menggunakan ASUS. Aku mendekati
sebuah toko yang didominasi oleh tulisan ASUS, aku penasaran dengan yang
namanya ASUS itu.
Seorang penjaga toko menghampiri kami yang
sedang memelototi satu barang yang lumayan memikat mata untuk terus
memandangnya. Dan akhirnya, aku mencoba untuk melihat-lihat dan memegang-megang,
tentunya setelah meminta izin dari sang penjaga toko. Aku colek dia, aku
pandang dia dan aku pijit dia dengan lembut dengan mengajukan beberapa
pertanyaan.
Setelah beberapa ribu kali aku berpikir,
akhirnya pilihanku jatuh padanya. Ia bernomor model A43S, aku tidak mengetahui
lebih jauh tentang laptop ini. Namun aku merasa nyaman berdekatan dengannya. Merasa
jari-jariku ingin terus menari diatas keyboard
yang lembut ini. Dan aku memutuskan untuk bisa memilikinya.
Persetujuan demi persetujuan aku lewati
untuk mendapatkannya. “Mau nunggu atau jalan-jalan dulu?” Tanya sang penjaga toko.
Aku memutuskan untuk berjalan-jalan sambil melihat-lihat indahnya dunia
elektronik. Ternyata butuh waktu beberapa jam untuk bisa membawanya pulang. Karena
harus menghidupkannya dari tidur panjang.
Aku tidak sabar untuk bisa bersamanya,
berjuang mengalahkan samudera perkuliahan. Mudah-mudahan dia sahabatku yang
paling setia saat aku menjadi mahasiswa. Bahkan jika berkenan menjadi penghibur
hatiku disaat aku bergulat dengan masalah-masalah kemahasiswaan. Contoh kecilnya
saja, bisa menjadi teman disaat malam hari yang sepi, dimana teman-teman
kampusku berpisah sejenak yang terhalang oleh dinding malam.
Saat aku berjalan-jalan aku sempat
berpikir kembali, “Mengapa aku memilih laptop ASUS, kenapa tidak memilih yang
lain?” pikirku dalam hati. Namun ada alasan tersendiri yang menguatkan aku
tetap pada pilihan itu. Yang pertama tentunya terlanjur, memang benar, aku
terlanjur memilih laptop ASUS yang sudah bertransaksi sebegitu rumitnya.
Selanjutnya, aku menemukan satu hal yang
tidak biasa ketika melihatnya. Aku langsung tertarik olehnya. Seperti seorang
pria menyukai seorang wanita pada pandangan pertama. Satu hal yang tidak biasanya
pun terlihat sekarang, karena aku adalah gamer,
laptop ini juga tidak susah untuk diajak bermain game. Dengan RAM 2 GB saja sudah cukup untuk bisa bermain game PES (Pro Evolution Soccer) mah. Jadi aku tetapkan, aku tidak akan
menyesal telah memilih dia.
Alasan yang paling menguatkan aku untuk
memilihnya, yaitu ketika sang penjaga menjelaskan secara gamblang tentang merk
ASUS. Alasan pertama tentunya berkaca pada dunia yang semakin berkembang pesat
saat ini, terutama dunia gadget, tentang
bagaimana kualitas dari ASUS itu sendiri. Ternyata, ASUS itu penguasa
motherboard paling laris di dunia, katanya. Kalau aku sekedar tahu saja, jadi
saat itu aku hanya bisa iya-iya saja, tapi ini sangat bermanfaat bagiku.
Usut punya usut, kata sang penjaga yang
berkulit putih dan badan tinggi kecil itu, setiap dari tiga komputer yang ada
di dunia atau yang teman aku punya, salah satunya menggunakan motherboard ASUS.
Aku merasa bangga bisa berkesempatan memilikinya. Kalau saja ada teman yang
bilang apa kelebihan dari ASUS, aku akan langsung jawab dengan senang hati, “ASUS
itu motherboard terlaris di dunia.”
Selain itu juga, aku kaget ketika aku
akan pergi meninggalkan toko itu saat mendengar, “Garansinya 2 tahun ya kang (“Kang”
panggilan akrab di kota Bandung bagi orang muda yang belum saling kenal),” kata
sang penjaga. Kebanyakan dari teman-temanku yang menggunakan laptop itu
bergaransi hanya satu tahun yang aku tahu. Tapi ASUS memberikan pelayanan
terbaiknya dengan memberikan garansi dua tahun. Aku semakin yakin, bahwa ASUS terbaik
dalam hal apa pun.
Apalagi ketika sang penjaga melanjutkan
pemaparannya tentang ASUS yang satu ini, kelebihan laptop ini juga ada pada VGA-nya,
yaitu Nvidia GeForce GT, yang memudahkan aku bermain game apa pun kata sang penjaga. Semakin senanglah hatiku saat itu,
bukan hanya kesenangan semata, aku juga harus banyak berterima kasih pada sang
penjaga, karena telah memberikan banyak informasi yang mencerdaskan pembeli.
Aku hanya bisa tersenyum bangga saat
melihat Abul dan Abdul, terutama kepada Abdul yang menyarankan aku untuk
membeli laptop ASUS. Dia juga baru menyadari bahwa ASUS itu merk terbaik yang
pernah ada. Dia terlihat sangat bangga mempunyai notebook ASUS, tidak
terkecuali aku, sang pemilik baru ASUS dengan nomor model A43S.
Waktu pun terus berjalan, tidak
terasa aku sudah bersamanya sampai selama ini. Banyak sekali manfaat yang aku
rasakan dari laptop ASUS ini. Salah satunya saja, keyboard yang tidak begitu
berdekatan, antara satu huruf dengan huruf lainnya ada renggang jarak. Sehingga
memudahkan aku untuk mengetik dengan secepat mungkin.
Namun bukan ahli, secepat mungkin itu
hanya persaanku saja. Padahal menurut orang lain belum tentu itu cepat, karena
hanya mengandalkan beberapa jari saja, tidak bisa sampai sepuluh jari. Seperti orang-orang
yang terbiasa dengan dunia ketik-mengetik. Aku hanya bisa menyarankan, bagi
kamu yang suka dengan dunia ketik-mengetik, sebaiknya menggunakan laptop ASUS
yang satu ini (A43S).
Satu catatan lagi yang mesti semua tahu,
touchpad yang lebih sensitif
memberikan kenyaman bagi penggunanya. Sehingga ketika ingin double click, user tidak usah susah payah harus menekan berkali-kali. Cukup dengan
dua sentuhan yang setiap sentuhannya dibarengi dengan perasaan.
Semester satu berlalu, semester dua
berlalu, sampai pada semester delapan atau semester akhir. Aku dengannya nyaman-nyaman
saja, tidak ada halangan yang berarti. Walau dulu, ketika aku menginjak
semester empat, pernah ada satu konflik yang hampir menghancurkannya. Namun lagi-lagi
aku bangga terhadapnya, bisa menahan tekanan yang begitu kuat.
Saat itu, aku sedang mencari celana
jeans yang akan aku pakai pada sore hari. Tapi aku tidak menemukan celana yang
sedang aku sayangi itu. Karena kesal tidak kunjung menemukannya juga, aku coba
bertanya pada ibuku yang memang menyimpan setiap baju dan celanaku. Namun ibu
malah menyuruhku untuk terus mencarinya di lemariku.
Aku pun sedikit kesal karena memang
celana itu tidak ada di lemariku. Ibu terus ngotot bahwa celananya ada di
lemariku. Aku semakin kesal karena tidak menemukannya untuk kesekian kali aku
mencarinya. Tidak sadar ada laptop tepat di belakangku, aku langsung duduk
dengan wajah menyimpan kekesalan.
Tidak sadar apa yang aku duduki itu apa,
perasaanku sudah tidak enak. Ternyata laptopku menjadi korban kekesalanku, aku
tidak sengaja mendudukinya. Namun anehnya, laptop ini tidak apa-apa setelah aku
periksa. Sebenarnya aku tidak percaya dengan apa yang telah terjadi pada waktu
itu, aku pun masih merenungkannya sampai saat ini.
Dan aku ingat satu hal saat sang penjaga
toko yang dulu aku membelinya, bahwa ASUS itu tahan banting dan dapat
diandalkan. Ini informasi yang sangat melegakan hati, karena yang aku tahu,
ketika laptop atau notebook itu diduduki dengan beban yang lumayan berat,
kira-kira beratku 60 Kg, maka laptop atau notebook itu minimal retak engselnya.
Good job ;)
ReplyDelete