Thursday, 24 April 2014

LATIHAN PERTAMA

Hadapi dengan Sabar

Assalamu’alaikum sobat-sobatku yang berbahagia, kalau kamu yang sedang sedih menyesali apa yang sudah terjadi, kamu termasuk orang-orang yang merugi sob. Soalnya, hidup ini cuma sekali, lebih baik kita perbaiki yang sudah terjadi. Maka darinya sob, berbahagialah.
Alhamdulillah, aku bisa berjumpa lagi dengan kamu-kamu yang selalu ingin bangkit dari hari ke hari. Aku sebenarnya minder lho sama kamu yang terus ingin menjadi lebih baik setiap harinya. Tapi kalau aku minder doang kayanya percuma saja sob, lebih baik aku segera mengganti kebiasaanku yang malas ngapa-ngapain ini menjadi apa-apaan. Biar saja lah orang bilang apa-apaan, yang penting kita nggak ganggu mereka, iya nggak? Dan yang paling penting lagi, kita bisa menunjukkan kepada mereka bahwa yang tadinya apa-apaan menjadi sesuatu yang membanggakan. Eh sob, aku sekarang lagi seneng nyanyi nih, tapi bukan karena aku mau ikutan Indonesian Idol atau acara nyanyi gitu. Kamu coba dengerin dech, yang tau lagunya nyanyi bareng ya..

Mungkin hanya lewat lagu ini
Akan ku nyatakan rasa
Cintaku padamu rinduku padamu
Tak bertepi[1]

Sob, aku lagi kangen sama ayahku nih sob. Karena aku sekarang sedang jauh dengannya sedangkan aku sangat mencintainya, jadi aku nyanyikan lagu ini dech, maaf ya kalau kurang enak nyanyinya. Hehehe… Eh tau nggak sob? Ayahku itu adalah pelatih kehidupanku yang sangat langka bagiku. Maka darinya aku sangat bangga pada sosok yang tak pernah kenal putus asa itu. Mungkin kalian juga akan tersentuh hatinya setelah menelusuri karyaku yang sangat sederhana ini. 
Oh iya sob, aku mau cerita sesuatu nih tentang aku dan ayahku. Gini sob, kalau kita mau jadi orang sabar itu pasti susah banget kan rasanya!? Sedikit saja teman kita menyakiti, apalagi sampe menyinggung perasaan kita, wah kayanya udah dech sob, nggak tau apa yang akan terjadi. Tapi nih sob, ayahku punya cara tersendiri membuat anaknya bisa bersabar seperti yang selalu ia perlihatkan setiap saat. Aku selalu berkaca dan bercerita pada ayahku tentang apa pun, bahkan tentang kisah pengalamanku dalam menjalin hubungan dengan perempuan, biasalah anak muda yang mau mencoba jadi dewasa. Hehehe… Ayahku sesuatu banget dech pokoknya mah sob!
Ini kisahku dengan ayah saat kecil dulu hingga sekarang, yang selalu membuat susah di setiap keadaan. Tapi sob, ayahku selalu memberikan angin kesejukan dalam perjalanan hidupku. Dari aku yang masih imut sampai aku yang amit. Mungkin ayah nggak akan mengakui aku lagi kalau saja ia nggak bisa menunjukkan sifat super sabarnya, dengan terus melihat aku berperilaku seperti bukan anak manusia. Karena kesabarannyalah, aku bersyukur masih dalam naungan didikannya. Alhamdulillah
Sebelum aku cerita lebih panjang, kita kenalan dulu ya. Ini aku, namaku Zaeni, usiaku sekarang menginjak angka 21 tahun sob, udah tua ya. Hahaha… Karena aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara di keluargaku, aku selalu mempermasalahkan hal yang kecil. Selalu ada saja sob, pertanyaan yang keluar dari mulutku walau itu sebenarnya nggak perlu. Bahkan, masalah kecil dengan sahabat-sahabatku saja bisa menjadi besar, tadinya sih karena aku mau semua masalah dalam hidupku terselesaikan dengan cepat tanpa basa-basi. Tetapi bukannya terselesaikan, malah menjadi rumit kalau aku yang terperangkap dalam masalah itu.
Karena itulah, aku sangat bersyukur mempunyai sang motivator terhandal yang pernah aku kenal, yaitu ayahku sendiri. Ia nggak bosan-bosannya terus menasehatiku, walau pun hasilnya masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Tapi ayah menghadapinya dengan enjoy saja, dan dia berkata gini sob, “Namanya juga anak-anak.”
Kamu pasti jarang banget kan, denger seorang ayah mengatakan hal seperti itu ketika anak-anaknya nakal luarbiasa!? Karena itulah aku selalu membanggakan dan menjungjung tinggi rasa hormatku pada seorang ayah yang mungkin tidak sama dengan ayah-ayah yang lainnya. Aku terharu mendengar perkataan itu, dan aku sangat membanggakannya.
Dan ini ayahku, namanya Taqyin, yang sudah menginjak usia hampir 50 tahun, yang tetap semangat untuk selalu memberikan wejangan nasihat yang terus menghangatkan jiwaku. Setiap berada di dekatnya, aku merasa sedang berada di pesawahan yang hijau dengan berhembus angin sejuk yang siap menina bobokan mataku ini sob, oooh begitu indahnya. Oleh karena itu, saat aku jauh, aku sangat rindu sentuhan kata-katanya, pesan-pesannya yang mungkin bila semua orang tahu bisa mengguncangkan jiwa mereka juga.
Aku ada satu lagu nih sob, buat menggambarkan bagaimana ayah adalah seseorang yang sangat berpengaruh dalam hidupku:
Kau begitu sempurna
Dimataku kau begitu indah
Kau membuat diriku
Akan selalu memujamu
Disetiap langkahku
Ku akan selalu memikirkan dirimu
Tak bisa ku bayangkan hidupku tanpa cintamu
Janganlah kau tinggalkan diriku
Takkan mampu menghadapi semua
Hanya bersamamu ku akan bisa
Kau adalah darahku kau adalah jantungku
Kau adalah hidupku lengkapi diriku
Oh ayahku kau begitu, sempurna[2]

Sebelum menikah, ayah adalah anak kuli dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya, yang berjuang demi melanjutkan satu tekad menempuh pendidikan tinggi. Ia bertekad untuk terus mencicipi pendidikan setinggi-tingginya. Namun sob, jangan menganggap sekarang ayahku adalah seseorang yang bergelar, dengan bekerja seadanya membuat ayah putus sekolah oleh biaya. Karena kalau nggak ada pekerjaan dalam beberapa bulan saja, ayah nggak bisa melanjutkan sekolahnya lagi. Dengan alasan, ayah nggak bisa membayar uang bulanan dan buku.
Pendidikan ayah pada waktu itu hanya mampu sampai tingkat menengah atas saja, itu pun hanya kelas dua. Karena setelah itu ayah menjadi perantau ke daerah nan jauh dari daerahnya, yang sekarang menjadi kampung halamannya. Menurut analisisku sob, kayanya ayahku ini anak yang paling mandiri di keluarganya. Karena yang jauh dari keluarganya hanya ia seorang, yang berusaha menemukan kebahagiaan hidup dengan merantau jauh hanya ia sendiri dari empat bersaudara yang keempat-empatnya adalah laki-laki.
Ayah selalu bercerita tentang bagaimana aku bisa bersabar dan menahan amarah tentang sesuatu yang mengganggu dan tidak perlu dipermasalahkan lagi. Bahkan yang sangat menyakitkan sekali pun sob, karena memang hidup ini seperti itu adanya. Banyak yang perihnya ketimbang bahagianya, tapi hidup harus berlanjut kalau kita mau mendapatkan kebahagiaan sob. Nggak bisa dong, kita mengakhirinya dengan begitu saja, iya nggak? Kata ayah juga, “Jangan menyerah, jalani walau perih”.
Pesan ayah persis seperti lagu grup band yang vokalisnya bernama Rian, ya Rian D’Masiv, nyanyi bareng yuk.

Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anugerah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik
Tuhan pasti ‘kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasanya
Bagi hambanya yang sabar
Dan tak kenal putus asa
Jangan menyerah… Jangan menyerah… Jangan menyerah[3]

Sebenarnya ini memberikan kesan kepadaku sob, bahwa ayah tidak mau anaknya menyerah begitu saja dalam memerangi perihnya hidup ini. Bahkan bukan cuma kepada anak sulungnya dan anak-anaknya saja, ayah mau semua anak mendengarkan pesan ini. Sehingga anak-anak generasi selanjutnya bisa menunjukkan sikap berkompetesi tanpa kenal putus asa, dan selalu berdo’a kepada yang Maha Kuasa.
Sekarang kita sekeluarga tinggal di kampung yang masih sejahtera kehidupannya, kebanyakan orang disana adalah petani, karena kampungku dikelilingi sawah yang menghampar luas. Ayahku juga petani, tapi bukan cuma petani, ayahku juga berperan sebagai pelatih Voli di kampung. Jangan salah sob, walau hanya di kampung, ayah sudah terkenal di berbagai daerah. Contohnya saja di kecamatan dan di daerah kelahirannya, Indramayu, saat itu. Voli memang sudah menjadi bagian hidup ayah. Bahkan, biaya sekolah menengah atasnya yang hanya sampai kelas dua ketika itu, selain dari kerja sebagai kuli, ia hasilkan dari bermain voli di sekolahnya sob!
Sering mengikuti pertandingan bola voli antar sekolah dan ketika bisa keluar sebagai jawara, membuat bayaran bulanannya diringankan, bukan digratiskan, tapi hanya diringankan. Semangat inilah sob, yang ayah ingin terus tularkan padaku dan pada kamu-kamu, semangat berkompetisi untuk menjadi yang lebih baik, tidak kenal kata “Tidak bisa” sebelum mencoba. Lihat saja perjuangan ayah, nggak mau anaknya kurang mendapatkan pendidikan, ayah terus memaksakan dirinya untuk mendorongku melanjutkan sekolah sampai akhir hayat. You are my hero Dad…
Saat aku menginjak SMP, aku bingung, ayah akan menyekolahkanku kemana lagi. Aku hanya bisa berharap sekolahku terus berlanjut. Dan nggak disangka-sangka sob, ayah mendaftarkanku ke sekolah yang lumayan mahal di daerahku. Sekolah itu adalah Pondok Pesantren Darussalam yang berada di daerah Kasomalang-Subang, yang terkenal dengan disiplin dan bahasanya (Arab dan Inggris), dan ini adalah sekolah standar orang-orang yang “punya”, sedangkan aku? Modal nekat sob!
Karena ayah selalu berpikir, kita nggak tahu apa yang akan terjadi di depan sana. Mungkin baik dan tak jarang juga buruk. “Tapi itu semua akan tercermin dari usaha kita saat ini” kata ayahku, “Bola voli yang dipukul saat melakukan serven dengan benar, akan meluncur dengan benar pula. Berbeda dengan bola yang saat dipukulnya saja salah, pasti meluncur kemana saja.” Ayah menambahkan.
Sebagai pelatih voli, semua yang terjadi padaku selalu ayah kaitkan dengan filosofi bola volinya sob. Dari mulai nasihat-nasihatnya, sampai tegurannya pun selalu ia kaitkan dengan olah raga yang dalam peraturannya hanya boleh menggunakan tangan saja, walau pun tak jarang menggunakan kaki juga, tapi itu kadang-kadang saja. Namun semuanya membuat aku bahagia, nasihatnya dapat mengunggah semangatku yang sedang turun drastis menjadi naik tak terbendung. Dan ini nih sob, salah satu kesabaran ayah saat mendapatiku terluka memar di pipi kananku.
Ceritanya gini sob, saat itu aku duduk di kelas 4 SD, disinilah mulai bermunculan konflik-konflik dengan teman sekelasku dan tak jarang juga dengan kakak kelas alias seniorku. Diantaranya aku sering bertengkar dengan temanku yang bernama Iwan. Orangnya tinggi besar sob, kaya atlet gulat, sedangkan aku, aku hanya si cungkring yang mengandalkan keberanian semata.
Ironisnya sob, Iwan adalah teman terbaikku di luar sekolah, bisa dibilang sahabat karib, sahabat dekat. Karena selalu bermain bersama, bahkan orang tuaku sangat dekat dengan orang tuanya. Mungkin karena aku sering bercanda berlebihan dengannya, sehingga menimbulkan “percikan-percikan api” yang melukai hati diantara kita berdua.
Tadinya aku takut untuk bercerita kepada ayah tentang ini sob. Namun setelah kejadian perkelahian yang sangat menguras tenaga antara aku dan Iwan, aku terpaksa menceritakan apa yang sering terjadi antara dua sahabat dekat ini. Itu semua karena ayah melihat luka memar dibagian pipi sebelah kananku. Sehingga mau tidak mau aku harus bercerita apa yang telah terjadi padaku.
Aku sangat takut kalau saja ayah marah sob. Tetapi fakta yang terjadi malah sebaliknya, ayah malah mengobati luka yang lumayan menyiksa diriku itu. Dan aku masih ingat apa kata ayahku saat mengobati luka memarku. “Ya sudah lah, jangan memikirkan yang sudah terjadi. Tinggal memikirkan kedepannya bagaimana. Mau kaya gini terus atau mau berubah?” ucap ayah dengan nada rendahnya.
Perkataan ini membuatku berpikir saat itu juga sob, menggerakkan hatiku untuk bisa menunjukkan bahwa aku bisa berubah. Ayah sangat sayang padaku, dan ini menimbulkan pertanyaan terhadap diriku sendiri. Apakah aku tidak sayang sama ayah? Kalau memang sayang, aku harus memberikan yang terbaik bagi ayah. Ini kalimat pertanyaan dan pernyataanku saat itu sob.
Tapi aku nggak mau berubah dengan hanya ada maunya saja, atau karena ditegur oleh ayah saja. Aku mau berubah dengan benar-benar berubah, dari yang tadinya hanya bisa membuat orang-orang kesal, menjadi orang yang bisa dibanggakan oleh orang lain, terutama ayahku. Seperti lagunya yang satu ini sob, lagu Edcoustic yang berjudul “Berubah”:

Tuhan aku hanya manusia
Mudah berubah lagi dala sekejap
Tuhan aku ingin berubah
Dan kubertahan dalam perubahanku[4]

Disini aku mendapatkan satu hal yang tidak lazim bagi orang tua pada umumnya sob, yang ketika melihat anaknya berkelahi dengan temannya. Kebanyakan orang tua akan memarahi habis-habisan anaknya sendiri, tak jarang juga dengan pukulan, padahalkan mereka adalah anaknya sendiri, bahkan yang paling parah sampai menyalahkan orang lain. Sedangkan mereka nggak tahu apa yang terjadi dengan anaknya, mungkin saja anaknya yang membuat masalah sampai terjadi seperti itu.
Ayah menyadarinya betul tentang itu sob, maka darinya ayahku nggak pernah menyalahkan orang lain walau pun mungkin mereka yang salah. Dan benar apa kata ayah tadi, yang sudah terjadi ya terjadi, karena yang sudah terjadi nggak bisa dirubah lagi sob, yang ada kita membuka perubahan baru dalam diri kita, yang artinya, kita harus merubah hari-hari kita kedepannya. Dan sikap orang tua harusnya menyemangati dan menasehati anaknya, supaya bisa merubah kebiasaan seperti itu, tidak melakukan hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain lagi.
Kamu pasti bertanya-tanya, apakah aku menerima hukuman atau nggak? Ayah pernah berpesan, “Hukuman mesti ada bagi si pelanggar.” Tapi nggak mesti dengan kekerasan juga kan? Ayah sangat hati-hati dalam mendidikku sob, yang artinya, hukuman bukan berarti kekerasan yang hanya akan membunuh kreatifitas anaknya. Ayah pun memberikan hukuman yang lumayan berat padaku sob, bahkan sangat berat yang kurasakan. Namun hukuman ayah dengan orang tua lainnya sangat berbeda jauh yang aku tahu. Karena ayah menghukumku dengan menyuruhku harus belajar pada malam hari dalam satu minggu full, tanpa terkecuali. Sehingga yang tadinya aku memelototi TV dan malas belajar saat malam hari, setelah kejadian itu aku seperti orang yang paling rajin sedunia!
Ayahku orang yang sangat disiplin sob, karena itulah hukuman nggak akan lepas dari sistemnya untuk mendidik anak-anaknya. Sebenarnya, hukuman ini membuatku bosan melakukan pertengkaran dengan kawanku lagi. Ketika anggota keluarga yang lain bisa menonton TV saat malam hari, sedangkan aku harus menonton buku pelajaran terlebih dahulu untuk bisa menyaksikan film kartun kesayanganku, Captain Tsubasa.
Kamu pasti tahu kan, tokoh kartun yang satu ini? Bagi kaum laki-laki, mungkin juga perempuan. Ketika masa kecilku dulu, kartun ini sangat fenomenal sob. Tayang pada malam hari, pas banget saat jam-jam belajar anak sekolah. Aku sangat memfavoritkan tokoh kartun yang satu ini. Karena ia penuh semangat, tidak mengenal lelah dan rintangan yang ada selalu ia selesaikan dengan tuntas. Namun sob, saat hukuman itu ayah berikan, aku nggak bisa menyaksikan perjuangan sang kapten lagi. Ayah tahu saja apa hukuman yang dapat menyiksa anaknya supaya nggak melakukan hal yang nggak perlu lagi.
Setelah kejadian itu, ayahku selalu berpesan, agar aku menghadapi sesuatu itu harus dengan hati, jangan pake emosi, katanya sob. Seperti enam orang pemain voli yang berada dalam satu lapangan. Mereka harus bersabar saat salah satu teman mereka melakukan kesalahan. Nggak harus memarahinya, karena dengan memarahinya malah memperburuk keadaan. Dia yang tadinya bersemangat untuk bermain, malah hilang semangat juangnya dengan begitu saja. Karena dia berada dalam tekanan sob, bukan tekanan yang datang dari lawannya, tetapi tekanan yang ditimbulkan oleh rekan satu timnya sendiri.
Kata ayahku, lebih baik tekanan itu datangnya dari lawan, daripada dari kawan. Kalau tekanan itu dari lawan, kita pasti sudah siap menghadapinya, karena itu adalah resiko seorang pemain. Sama seperti pemain sepakbola, tekanan dari lawan pasti ada dan mereka pasti sudah menyiapkan solusinya. Tapi, kita nggak tahu tekanan dari kawan kapan akan datang dan kita nggak siap menerimanya. Akhirnya, permainan kita kacau sob, pelatih nggak percaya lagi dech sama kita dan digantikan pemain lain. Terus kalau kita mau jadi pemain yang dapat dipercaya lagi, kita mesti berjuang dengan keras dari bawah lagi sob.
Jadi benar kata ayah, kita harus menghadapi sesuatu itu dengan sabar. Jangan terburu-buru, kita mesti analisis dulu apa yang membuat sesuatu itu terjadi sob. Jangan asal melihat kejadian itu salah, memang hal itu salah, namun pasti ada sebab dan akibatnya saat kita melakukan kesalahan itu. Mungkin saja dia nggak sengaja melakukan hal itu, mungkin juga terpaksa melakukan hal tersebut, dan masih banyak mungkin-mungkin yang lainnya, iya kan sob!
Karena kita nggak tahu kan sob, apa yang ada dalam pikiran seseorang, nggak tahu apa yang sedang teman kamu pikirkan, walau pun kita sangat dekat dengannya. Kata ayah juga, kita husnudzon saja dengan apa yang mereka kerjakan. Karena kita nggak tahu apa maksud dari mereka mengerjakan hal itu, iya nggak?
Dengan kesabaran semua pintu kebaikan akan terbuka sob. Dengan kesabaran pula, kita bisa menjadi pribadi yang dihormati. Contohnya saja ayahku ini, ia orang yang bisa menunjukkan kesabarannya, yang pada akhirnya aku sangat kagum dengan kesabaran ayah. Sebenarnya bukan hanya aku yang mengaguminya, banyak orang yang di sekitarnya benar-benar menghormati sosok yang berbadan kecil ini, dari saudara-saudara kandung ibu, sampai tetangga dekat dan jauh sekali pun.
Kalau di kampung memang begitu, tetangga tuh nggak cuma yang rumahnya berdekatan saja sob. Tapi sekampung kita sebut tetangga, karena semuanya mengenal baik setiap orangnya. Artinya, silaturahim di kampung itu lebih terjaga ketimbang di kota. Kalau di kota, rumahnya berdekatan pun belum tentu anggota rumah itu mengenal dengan baik.
Oke lah kalau begitu, aku mesti berusaha membangkitkan dan melatih kesabaranku untuk sebuah kemenangan, kamu juga ya. Karena sabar itu nggak gampang sob, nggak segampang kita membalikan telapak tangan. Jadi harus ada metode-metode yang mesti aku pelajari lagi dari ayah. Dan ini pesan terakhir dari ayah yang selalu melekat di hatiku, “Siapa pun yang bisa bersabar, maka ia akan dipermudahkan dalam setiap hal apa pun.” Tentunya dalam hal kebaikan dong, aku sempat ingat perkataan guru ngajiku yang hampir mirip dengan perkataan ayah tadi, katanya gini sob, “Kesabaran akan menolong dalam setiap pekerjaan”. Maka darinya aku sempat menyimpulkan juga begini, pake bahasa inggris ya, biar keren dikit. Hahaha… “To be patient is the important thing to solve what your problem and the way to get what you want.” So, ada satu lagu lagi nih dari grup band Letto, yuk kita nyanyi bareng lagi:

Walau sehari ku tak berhenti
Untuk mencari bunga hati
                        Oh rasa cinta bersabarlah menantinya
                        Oh rasa cinta bersabarlah menantinya
Begitu lama aku mencoba
Dan sampai kini tak berdaya
                        Oh rasa cinta bersabarlah menantinya
                        Oh rasa cinta bersabarlah menantinya
Walau ku tak punya
Tapi ku percaya cinta itu indah
                        Walau tak terlihat
                        Tapi ku percaya cinta itu indah
Oh rasa cinta bersabarlah menantinya
Oh rasa cinta bersabarlah menantinya[5]

Sekarang aku percaya sob, bahwa dengan bersabar itu semuanya akan indah pada waktunya, setelah aku bernyanyi dan menghayati lagu yang diatas itu tuh. Dengan bersabar, yang kita nggak punya pun akan terasa indah bila kita mensyukuri yang ada. Bahkan, yang nggak terlihat pun bisa menjadi indah rasanya. Aku akan menetapkan bahwa aku akan mencoba untuk menjadi lebih bersabar dan akan selalu ingat pesan-pesan ayahku yang sangat luarbiasa. Ayah memang pelatih kehidupanku yang paling aku tunggu sob, sepertinya nggak ada lagi orang yang mampu membuatku tersadar akan semua ini kalau bukan ayahku sendiri sob. Thank you very much dad…


[1] Ungu – Laguku
[2] Andra and The Backbone – Sempurna
[3] Jangan Menyerah – D’Masiv
[4] Berubah – Edcoustic
[5] Cinta Bersabarlah – Letto 

No comments:

Post a Comment