Thursday, 24 April 2014

LATIHAN PERTAMA

Hadapi dengan Sabar

Assalamu’alaikum sobat-sobatku yang berbahagia, kalau kamu yang sedang sedih menyesali apa yang sudah terjadi, kamu termasuk orang-orang yang merugi sob. Soalnya, hidup ini cuma sekali, lebih baik kita perbaiki yang sudah terjadi. Maka darinya sob, berbahagialah.
Alhamdulillah, aku bisa berjumpa lagi dengan kamu-kamu yang selalu ingin bangkit dari hari ke hari. Aku sebenarnya minder lho sama kamu yang terus ingin menjadi lebih baik setiap harinya. Tapi kalau aku minder doang kayanya percuma saja sob, lebih baik aku segera mengganti kebiasaanku yang malas ngapa-ngapain ini menjadi apa-apaan. Biar saja lah orang bilang apa-apaan, yang penting kita nggak ganggu mereka, iya nggak? Dan yang paling penting lagi, kita bisa menunjukkan kepada mereka bahwa yang tadinya apa-apaan menjadi sesuatu yang membanggakan. Eh sob, aku sekarang lagi seneng nyanyi nih, tapi bukan karena aku mau ikutan Indonesian Idol atau acara nyanyi gitu. Kamu coba dengerin dech, yang tau lagunya nyanyi bareng ya..

Mungkin hanya lewat lagu ini
Akan ku nyatakan rasa
Cintaku padamu rinduku padamu
Tak bertepi[1]

Sob, aku lagi kangen sama ayahku nih sob. Karena aku sekarang sedang jauh dengannya sedangkan aku sangat mencintainya, jadi aku nyanyikan lagu ini dech, maaf ya kalau kurang enak nyanyinya. Hehehe… Eh tau nggak sob? Ayahku itu adalah pelatih kehidupanku yang sangat langka bagiku. Maka darinya aku sangat bangga pada sosok yang tak pernah kenal putus asa itu. Mungkin kalian juga akan tersentuh hatinya setelah menelusuri karyaku yang sangat sederhana ini. 
Oh iya sob, aku mau cerita sesuatu nih tentang aku dan ayahku. Gini sob, kalau kita mau jadi orang sabar itu pasti susah banget kan rasanya!? Sedikit saja teman kita menyakiti, apalagi sampe menyinggung perasaan kita, wah kayanya udah dech sob, nggak tau apa yang akan terjadi. Tapi nih sob, ayahku punya cara tersendiri membuat anaknya bisa bersabar seperti yang selalu ia perlihatkan setiap saat. Aku selalu berkaca dan bercerita pada ayahku tentang apa pun, bahkan tentang kisah pengalamanku dalam menjalin hubungan dengan perempuan, biasalah anak muda yang mau mencoba jadi dewasa. Hehehe… Ayahku sesuatu banget dech pokoknya mah sob!
Ini kisahku dengan ayah saat kecil dulu hingga sekarang, yang selalu membuat susah di setiap keadaan. Tapi sob, ayahku selalu memberikan angin kesejukan dalam perjalanan hidupku. Dari aku yang masih imut sampai aku yang amit. Mungkin ayah nggak akan mengakui aku lagi kalau saja ia nggak bisa menunjukkan sifat super sabarnya, dengan terus melihat aku berperilaku seperti bukan anak manusia. Karena kesabarannyalah, aku bersyukur masih dalam naungan didikannya. Alhamdulillah
Sebelum aku cerita lebih panjang, kita kenalan dulu ya. Ini aku, namaku Zaeni, usiaku sekarang menginjak angka 21 tahun sob, udah tua ya. Hahaha… Karena aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara di keluargaku, aku selalu mempermasalahkan hal yang kecil. Selalu ada saja sob, pertanyaan yang keluar dari mulutku walau itu sebenarnya nggak perlu. Bahkan, masalah kecil dengan sahabat-sahabatku saja bisa menjadi besar, tadinya sih karena aku mau semua masalah dalam hidupku terselesaikan dengan cepat tanpa basa-basi. Tetapi bukannya terselesaikan, malah menjadi rumit kalau aku yang terperangkap dalam masalah itu.
Karena itulah, aku sangat bersyukur mempunyai sang motivator terhandal yang pernah aku kenal, yaitu ayahku sendiri. Ia nggak bosan-bosannya terus menasehatiku, walau pun hasilnya masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Tapi ayah menghadapinya dengan enjoy saja, dan dia berkata gini sob, “Namanya juga anak-anak.”
Kamu pasti jarang banget kan, denger seorang ayah mengatakan hal seperti itu ketika anak-anaknya nakal luarbiasa!? Karena itulah aku selalu membanggakan dan menjungjung tinggi rasa hormatku pada seorang ayah yang mungkin tidak sama dengan ayah-ayah yang lainnya. Aku terharu mendengar perkataan itu, dan aku sangat membanggakannya.
Dan ini ayahku, namanya Taqyin, yang sudah menginjak usia hampir 50 tahun, yang tetap semangat untuk selalu memberikan wejangan nasihat yang terus menghangatkan jiwaku. Setiap berada di dekatnya, aku merasa sedang berada di pesawahan yang hijau dengan berhembus angin sejuk yang siap menina bobokan mataku ini sob, oooh begitu indahnya. Oleh karena itu, saat aku jauh, aku sangat rindu sentuhan kata-katanya, pesan-pesannya yang mungkin bila semua orang tahu bisa mengguncangkan jiwa mereka juga.
Aku ada satu lagu nih sob, buat menggambarkan bagaimana ayah adalah seseorang yang sangat berpengaruh dalam hidupku:
Kau begitu sempurna
Dimataku kau begitu indah
Kau membuat diriku
Akan selalu memujamu
Disetiap langkahku
Ku akan selalu memikirkan dirimu
Tak bisa ku bayangkan hidupku tanpa cintamu
Janganlah kau tinggalkan diriku
Takkan mampu menghadapi semua
Hanya bersamamu ku akan bisa
Kau adalah darahku kau adalah jantungku
Kau adalah hidupku lengkapi diriku
Oh ayahku kau begitu, sempurna[2]

Sebelum menikah, ayah adalah anak kuli dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya, yang berjuang demi melanjutkan satu tekad menempuh pendidikan tinggi. Ia bertekad untuk terus mencicipi pendidikan setinggi-tingginya. Namun sob, jangan menganggap sekarang ayahku adalah seseorang yang bergelar, dengan bekerja seadanya membuat ayah putus sekolah oleh biaya. Karena kalau nggak ada pekerjaan dalam beberapa bulan saja, ayah nggak bisa melanjutkan sekolahnya lagi. Dengan alasan, ayah nggak bisa membayar uang bulanan dan buku.
Pendidikan ayah pada waktu itu hanya mampu sampai tingkat menengah atas saja, itu pun hanya kelas dua. Karena setelah itu ayah menjadi perantau ke daerah nan jauh dari daerahnya, yang sekarang menjadi kampung halamannya. Menurut analisisku sob, kayanya ayahku ini anak yang paling mandiri di keluarganya. Karena yang jauh dari keluarganya hanya ia seorang, yang berusaha menemukan kebahagiaan hidup dengan merantau jauh hanya ia sendiri dari empat bersaudara yang keempat-empatnya adalah laki-laki.
Ayah selalu bercerita tentang bagaimana aku bisa bersabar dan menahan amarah tentang sesuatu yang mengganggu dan tidak perlu dipermasalahkan lagi. Bahkan yang sangat menyakitkan sekali pun sob, karena memang hidup ini seperti itu adanya. Banyak yang perihnya ketimbang bahagianya, tapi hidup harus berlanjut kalau kita mau mendapatkan kebahagiaan sob. Nggak bisa dong, kita mengakhirinya dengan begitu saja, iya nggak? Kata ayah juga, “Jangan menyerah, jalani walau perih”.
Pesan ayah persis seperti lagu grup band yang vokalisnya bernama Rian, ya Rian D’Masiv, nyanyi bareng yuk.

Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anugerah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik
Tuhan pasti ‘kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasanya
Bagi hambanya yang sabar
Dan tak kenal putus asa
Jangan menyerah… Jangan menyerah… Jangan menyerah[3]

Sebenarnya ini memberikan kesan kepadaku sob, bahwa ayah tidak mau anaknya menyerah begitu saja dalam memerangi perihnya hidup ini. Bahkan bukan cuma kepada anak sulungnya dan anak-anaknya saja, ayah mau semua anak mendengarkan pesan ini. Sehingga anak-anak generasi selanjutnya bisa menunjukkan sikap berkompetesi tanpa kenal putus asa, dan selalu berdo’a kepada yang Maha Kuasa.
Sekarang kita sekeluarga tinggal di kampung yang masih sejahtera kehidupannya, kebanyakan orang disana adalah petani, karena kampungku dikelilingi sawah yang menghampar luas. Ayahku juga petani, tapi bukan cuma petani, ayahku juga berperan sebagai pelatih Voli di kampung. Jangan salah sob, walau hanya di kampung, ayah sudah terkenal di berbagai daerah. Contohnya saja di kecamatan dan di daerah kelahirannya, Indramayu, saat itu. Voli memang sudah menjadi bagian hidup ayah. Bahkan, biaya sekolah menengah atasnya yang hanya sampai kelas dua ketika itu, selain dari kerja sebagai kuli, ia hasilkan dari bermain voli di sekolahnya sob!
Sering mengikuti pertandingan bola voli antar sekolah dan ketika bisa keluar sebagai jawara, membuat bayaran bulanannya diringankan, bukan digratiskan, tapi hanya diringankan. Semangat inilah sob, yang ayah ingin terus tularkan padaku dan pada kamu-kamu, semangat berkompetisi untuk menjadi yang lebih baik, tidak kenal kata “Tidak bisa” sebelum mencoba. Lihat saja perjuangan ayah, nggak mau anaknya kurang mendapatkan pendidikan, ayah terus memaksakan dirinya untuk mendorongku melanjutkan sekolah sampai akhir hayat. You are my hero Dad…
Saat aku menginjak SMP, aku bingung, ayah akan menyekolahkanku kemana lagi. Aku hanya bisa berharap sekolahku terus berlanjut. Dan nggak disangka-sangka sob, ayah mendaftarkanku ke sekolah yang lumayan mahal di daerahku. Sekolah itu adalah Pondok Pesantren Darussalam yang berada di daerah Kasomalang-Subang, yang terkenal dengan disiplin dan bahasanya (Arab dan Inggris), dan ini adalah sekolah standar orang-orang yang “punya”, sedangkan aku? Modal nekat sob!
Karena ayah selalu berpikir, kita nggak tahu apa yang akan terjadi di depan sana. Mungkin baik dan tak jarang juga buruk. “Tapi itu semua akan tercermin dari usaha kita saat ini” kata ayahku, “Bola voli yang dipukul saat melakukan serven dengan benar, akan meluncur dengan benar pula. Berbeda dengan bola yang saat dipukulnya saja salah, pasti meluncur kemana saja.” Ayah menambahkan.
Sebagai pelatih voli, semua yang terjadi padaku selalu ayah kaitkan dengan filosofi bola volinya sob. Dari mulai nasihat-nasihatnya, sampai tegurannya pun selalu ia kaitkan dengan olah raga yang dalam peraturannya hanya boleh menggunakan tangan saja, walau pun tak jarang menggunakan kaki juga, tapi itu kadang-kadang saja. Namun semuanya membuat aku bahagia, nasihatnya dapat mengunggah semangatku yang sedang turun drastis menjadi naik tak terbendung. Dan ini nih sob, salah satu kesabaran ayah saat mendapatiku terluka memar di pipi kananku.
Ceritanya gini sob, saat itu aku duduk di kelas 4 SD, disinilah mulai bermunculan konflik-konflik dengan teman sekelasku dan tak jarang juga dengan kakak kelas alias seniorku. Diantaranya aku sering bertengkar dengan temanku yang bernama Iwan. Orangnya tinggi besar sob, kaya atlet gulat, sedangkan aku, aku hanya si cungkring yang mengandalkan keberanian semata.
Ironisnya sob, Iwan adalah teman terbaikku di luar sekolah, bisa dibilang sahabat karib, sahabat dekat. Karena selalu bermain bersama, bahkan orang tuaku sangat dekat dengan orang tuanya. Mungkin karena aku sering bercanda berlebihan dengannya, sehingga menimbulkan “percikan-percikan api” yang melukai hati diantara kita berdua.
Tadinya aku takut untuk bercerita kepada ayah tentang ini sob. Namun setelah kejadian perkelahian yang sangat menguras tenaga antara aku dan Iwan, aku terpaksa menceritakan apa yang sering terjadi antara dua sahabat dekat ini. Itu semua karena ayah melihat luka memar dibagian pipi sebelah kananku. Sehingga mau tidak mau aku harus bercerita apa yang telah terjadi padaku.
Aku sangat takut kalau saja ayah marah sob. Tetapi fakta yang terjadi malah sebaliknya, ayah malah mengobati luka yang lumayan menyiksa diriku itu. Dan aku masih ingat apa kata ayahku saat mengobati luka memarku. “Ya sudah lah, jangan memikirkan yang sudah terjadi. Tinggal memikirkan kedepannya bagaimana. Mau kaya gini terus atau mau berubah?” ucap ayah dengan nada rendahnya.
Perkataan ini membuatku berpikir saat itu juga sob, menggerakkan hatiku untuk bisa menunjukkan bahwa aku bisa berubah. Ayah sangat sayang padaku, dan ini menimbulkan pertanyaan terhadap diriku sendiri. Apakah aku tidak sayang sama ayah? Kalau memang sayang, aku harus memberikan yang terbaik bagi ayah. Ini kalimat pertanyaan dan pernyataanku saat itu sob.
Tapi aku nggak mau berubah dengan hanya ada maunya saja, atau karena ditegur oleh ayah saja. Aku mau berubah dengan benar-benar berubah, dari yang tadinya hanya bisa membuat orang-orang kesal, menjadi orang yang bisa dibanggakan oleh orang lain, terutama ayahku. Seperti lagunya yang satu ini sob, lagu Edcoustic yang berjudul “Berubah”:

Tuhan aku hanya manusia
Mudah berubah lagi dala sekejap
Tuhan aku ingin berubah
Dan kubertahan dalam perubahanku[4]

Disini aku mendapatkan satu hal yang tidak lazim bagi orang tua pada umumnya sob, yang ketika melihat anaknya berkelahi dengan temannya. Kebanyakan orang tua akan memarahi habis-habisan anaknya sendiri, tak jarang juga dengan pukulan, padahalkan mereka adalah anaknya sendiri, bahkan yang paling parah sampai menyalahkan orang lain. Sedangkan mereka nggak tahu apa yang terjadi dengan anaknya, mungkin saja anaknya yang membuat masalah sampai terjadi seperti itu.
Ayah menyadarinya betul tentang itu sob, maka darinya ayahku nggak pernah menyalahkan orang lain walau pun mungkin mereka yang salah. Dan benar apa kata ayah tadi, yang sudah terjadi ya terjadi, karena yang sudah terjadi nggak bisa dirubah lagi sob, yang ada kita membuka perubahan baru dalam diri kita, yang artinya, kita harus merubah hari-hari kita kedepannya. Dan sikap orang tua harusnya menyemangati dan menasehati anaknya, supaya bisa merubah kebiasaan seperti itu, tidak melakukan hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain lagi.
Kamu pasti bertanya-tanya, apakah aku menerima hukuman atau nggak? Ayah pernah berpesan, “Hukuman mesti ada bagi si pelanggar.” Tapi nggak mesti dengan kekerasan juga kan? Ayah sangat hati-hati dalam mendidikku sob, yang artinya, hukuman bukan berarti kekerasan yang hanya akan membunuh kreatifitas anaknya. Ayah pun memberikan hukuman yang lumayan berat padaku sob, bahkan sangat berat yang kurasakan. Namun hukuman ayah dengan orang tua lainnya sangat berbeda jauh yang aku tahu. Karena ayah menghukumku dengan menyuruhku harus belajar pada malam hari dalam satu minggu full, tanpa terkecuali. Sehingga yang tadinya aku memelototi TV dan malas belajar saat malam hari, setelah kejadian itu aku seperti orang yang paling rajin sedunia!
Ayahku orang yang sangat disiplin sob, karena itulah hukuman nggak akan lepas dari sistemnya untuk mendidik anak-anaknya. Sebenarnya, hukuman ini membuatku bosan melakukan pertengkaran dengan kawanku lagi. Ketika anggota keluarga yang lain bisa menonton TV saat malam hari, sedangkan aku harus menonton buku pelajaran terlebih dahulu untuk bisa menyaksikan film kartun kesayanganku, Captain Tsubasa.
Kamu pasti tahu kan, tokoh kartun yang satu ini? Bagi kaum laki-laki, mungkin juga perempuan. Ketika masa kecilku dulu, kartun ini sangat fenomenal sob. Tayang pada malam hari, pas banget saat jam-jam belajar anak sekolah. Aku sangat memfavoritkan tokoh kartun yang satu ini. Karena ia penuh semangat, tidak mengenal lelah dan rintangan yang ada selalu ia selesaikan dengan tuntas. Namun sob, saat hukuman itu ayah berikan, aku nggak bisa menyaksikan perjuangan sang kapten lagi. Ayah tahu saja apa hukuman yang dapat menyiksa anaknya supaya nggak melakukan hal yang nggak perlu lagi.
Setelah kejadian itu, ayahku selalu berpesan, agar aku menghadapi sesuatu itu harus dengan hati, jangan pake emosi, katanya sob. Seperti enam orang pemain voli yang berada dalam satu lapangan. Mereka harus bersabar saat salah satu teman mereka melakukan kesalahan. Nggak harus memarahinya, karena dengan memarahinya malah memperburuk keadaan. Dia yang tadinya bersemangat untuk bermain, malah hilang semangat juangnya dengan begitu saja. Karena dia berada dalam tekanan sob, bukan tekanan yang datang dari lawannya, tetapi tekanan yang ditimbulkan oleh rekan satu timnya sendiri.
Kata ayahku, lebih baik tekanan itu datangnya dari lawan, daripada dari kawan. Kalau tekanan itu dari lawan, kita pasti sudah siap menghadapinya, karena itu adalah resiko seorang pemain. Sama seperti pemain sepakbola, tekanan dari lawan pasti ada dan mereka pasti sudah menyiapkan solusinya. Tapi, kita nggak tahu tekanan dari kawan kapan akan datang dan kita nggak siap menerimanya. Akhirnya, permainan kita kacau sob, pelatih nggak percaya lagi dech sama kita dan digantikan pemain lain. Terus kalau kita mau jadi pemain yang dapat dipercaya lagi, kita mesti berjuang dengan keras dari bawah lagi sob.
Jadi benar kata ayah, kita harus menghadapi sesuatu itu dengan sabar. Jangan terburu-buru, kita mesti analisis dulu apa yang membuat sesuatu itu terjadi sob. Jangan asal melihat kejadian itu salah, memang hal itu salah, namun pasti ada sebab dan akibatnya saat kita melakukan kesalahan itu. Mungkin saja dia nggak sengaja melakukan hal itu, mungkin juga terpaksa melakukan hal tersebut, dan masih banyak mungkin-mungkin yang lainnya, iya kan sob!
Karena kita nggak tahu kan sob, apa yang ada dalam pikiran seseorang, nggak tahu apa yang sedang teman kamu pikirkan, walau pun kita sangat dekat dengannya. Kata ayah juga, kita husnudzon saja dengan apa yang mereka kerjakan. Karena kita nggak tahu apa maksud dari mereka mengerjakan hal itu, iya nggak?
Dengan kesabaran semua pintu kebaikan akan terbuka sob. Dengan kesabaran pula, kita bisa menjadi pribadi yang dihormati. Contohnya saja ayahku ini, ia orang yang bisa menunjukkan kesabarannya, yang pada akhirnya aku sangat kagum dengan kesabaran ayah. Sebenarnya bukan hanya aku yang mengaguminya, banyak orang yang di sekitarnya benar-benar menghormati sosok yang berbadan kecil ini, dari saudara-saudara kandung ibu, sampai tetangga dekat dan jauh sekali pun.
Kalau di kampung memang begitu, tetangga tuh nggak cuma yang rumahnya berdekatan saja sob. Tapi sekampung kita sebut tetangga, karena semuanya mengenal baik setiap orangnya. Artinya, silaturahim di kampung itu lebih terjaga ketimbang di kota. Kalau di kota, rumahnya berdekatan pun belum tentu anggota rumah itu mengenal dengan baik.
Oke lah kalau begitu, aku mesti berusaha membangkitkan dan melatih kesabaranku untuk sebuah kemenangan, kamu juga ya. Karena sabar itu nggak gampang sob, nggak segampang kita membalikan telapak tangan. Jadi harus ada metode-metode yang mesti aku pelajari lagi dari ayah. Dan ini pesan terakhir dari ayah yang selalu melekat di hatiku, “Siapa pun yang bisa bersabar, maka ia akan dipermudahkan dalam setiap hal apa pun.” Tentunya dalam hal kebaikan dong, aku sempat ingat perkataan guru ngajiku yang hampir mirip dengan perkataan ayah tadi, katanya gini sob, “Kesabaran akan menolong dalam setiap pekerjaan”. Maka darinya aku sempat menyimpulkan juga begini, pake bahasa inggris ya, biar keren dikit. Hahaha… “To be patient is the important thing to solve what your problem and the way to get what you want.” So, ada satu lagu lagi nih dari grup band Letto, yuk kita nyanyi bareng lagi:

Walau sehari ku tak berhenti
Untuk mencari bunga hati
                        Oh rasa cinta bersabarlah menantinya
                        Oh rasa cinta bersabarlah menantinya
Begitu lama aku mencoba
Dan sampai kini tak berdaya
                        Oh rasa cinta bersabarlah menantinya
                        Oh rasa cinta bersabarlah menantinya
Walau ku tak punya
Tapi ku percaya cinta itu indah
                        Walau tak terlihat
                        Tapi ku percaya cinta itu indah
Oh rasa cinta bersabarlah menantinya
Oh rasa cinta bersabarlah menantinya[5]

Sekarang aku percaya sob, bahwa dengan bersabar itu semuanya akan indah pada waktunya, setelah aku bernyanyi dan menghayati lagu yang diatas itu tuh. Dengan bersabar, yang kita nggak punya pun akan terasa indah bila kita mensyukuri yang ada. Bahkan, yang nggak terlihat pun bisa menjadi indah rasanya. Aku akan menetapkan bahwa aku akan mencoba untuk menjadi lebih bersabar dan akan selalu ingat pesan-pesan ayahku yang sangat luarbiasa. Ayah memang pelatih kehidupanku yang paling aku tunggu sob, sepertinya nggak ada lagi orang yang mampu membuatku tersadar akan semua ini kalau bukan ayahku sendiri sob. Thank you very much dad…


[1] Ungu – Laguku
[2] Andra and The Backbone – Sempurna
[3] Jangan Menyerah – D’Masiv
[4] Berubah – Edcoustic
[5] Cinta Bersabarlah – Letto 

BERIKAN KESEMPATAN

Berikan Kesempatan untuk Perempuan

Perempuan memang makhluk yang lemah. Tapi jangan memanggap mereka itu tidak bisa berbuat apa-apa. Menurutku perempuan adalah sumber kebangkitan seorang manusia. Coba kita lihat lumpur, lumpur tidak bertenaga seperti tanah. Karena lumpur menggambarkan sebuah kelemah lembutan, dan dalam kelemah lembutan itulah kehidupan akan terasa hidup. Contohnya saja, kita dengan ibu kita, tanpa adanya kasih sayang darinya, kita akan menjadi pribadi yang keras, bagaikan tanah liat yang tidak pernah tersirami oleh air. Mereka yang kurang mendapatkan kasih sayang seorang ibu, hidupnya penuh dengan kekhwatiran, lihat saja seorang anak yang broken home. Maka darinya, perempuan adalah sumber kehidupan.
Sederhananya saja dalam sebuah keluarga, seorang laki-laki akan berusaha sekuat tenaganya demi seorang perempuan yang ia cinta. Laki-laki tidak akan terus berjalan untuk menghidupi keluarganya tanpa ada perempuan. Coba cermati saja seorang remaja yang belum berkeluarga, ia akan leha-leha menghadapi jalannya tanpa berusaha dan tahu banyak penyesalan diujung jalan sana. Ia juga acuh saja menghadapi hari-hari walau pun tanpa berkreasi. Namun akan berbanding terbalik ketika ia dihadapkan pada sebuah rumah tangga, ia akan memutar balik pikirannya, sehingga ia akan terus berusaha walau hanya untuk seorang saja.
Dari sanalah, timbul satu kalimat yang luarbiasa, yang memang sudah tidak asing lagi di telinga kita; “Dibalik laki-laki yang hebat, ada seorang perempuan yang luarbiasa.” Begitulah dunia sekarang, laki-laki tidak akan ada semangat tinggi bila tidak ada dukungan dari sang istri. Karena ketika perempuan yang dicintainya merasa bahagia dengan hal yang laki-laki itu perjuangkan, maka mereka akan terus semakin berjuang untuk hal yang paling membahagiakan pasangan hidupnya itu. Entah harus berjuang seperti apa, mereka pasti akan berusaha menggapainya.
Ada satu hal yang unik dalam perempuan, ketika setelah berkeluarga. Semua keuangan keluarga, perempuan yang menyimpannya. Laki-laki hanya bisa mencari, berbeda dengan perempuan yang harus berpikir panjang untuk apa uang yang ia pegang. Mencari dan menyimpan ibaratkan mendapatkan dan mempertahankan. Ketika seorang laki-laki mendapatkan seorang perempuan dan menikah dengannya, itu hal yang gampang dan biasa.
Namun setelah mendapatkan dan menikah, mereka harus mempertahankan pernikahannya. Tetapi banyak sekali yang tidak bisa mempertahankan pernikahannya itu, walau hanya dilanda masalah yang tidak seberapa, yang dimulai dengan masalah yang ditimbulkan seorang laki-laki. Belum juga istrinya melahirkan, ia malah diceraikan ketika ia sedang hamil. Lalu bagaimana dengan nasib anak yang tidak berdosa itu? Inilah gambaran sulitnya menyimpan, yang hanya bisa dilakukan oleh seorang perempuan.
Sebagai laki-laki yang baik harus benar-benar tahu siapa pasangan kita itu. Jangan sampai mengurung potensi seorang perempuan, apalagi dia adalah seseorang yang berpendidikan atau yang berkemungkinan bisa menempuh karir luarbiasa. Biarkan perempuan menjadikan dirinya sebagai manusia yang bermanfaat bagi keluarga dan bangsa. Laki-laki hanya bisa mendukung penuh atas apa yang dicita-citakan oleh mereka. Memang benar, laki-laki merasa sangat sayang pada perempuan yang sehingga menimbulkan satu argumen yang menjadikan perempuan tidak usah susah payah bekerja untuk keluarga. Karena ia mampu menghidupi semua kebutuhan rumah tangga.
Namun perempuan juga seorang manusia, yang di dalamnya tersimpan banyak potensi luarbiasa. Karena mereka sama-sama ciptaan tuhan yang Maha Esa, dari pada itulah, biarkan mereka mengejar cita-citanya. Mungkin banyak ide yang tidak bisa laki-laki duga untuk menghadapi sebuah permasalahan. Sudah saatnya bagi semua perempuan mengejar cita-cita yang mereka idam-idamkan sejak lama. Terbitkanlah terangmu dan benamkanlah gelapmu.
Dan yang paling mengenaskan, seorang perempuan yang berpendidikan namun ia hanya diam membisu di dalam rumahnya. Padahal ia susah payah mendapatkan sebuah pendidikan untuk mengejar satu angan-angannya. Namun setelah berkeluarga, kebanyakan laki-laki membunuh angan-angan tersebut. Sudah seharusnyalah seorang laki-laki memberikan dukungannya untuk sebuah perubahan walau hanya sederhana, biarkan seorang perempuan menempuh jalannya. Karena ia juga ciptaan Tuhan yang Maha Kuasa, yang sama seperti laki-laki luarbiasa.

Tuesday, 15 April 2014

ASUS Notebook Terbaik dan Favoritku



“ASUS Notebook Terbaik dan Favoritku”

Berubah status dari siswa menjadi mahasiswa membuat aku dan mereka semua berburu kebutuhan yang menunjukkan seorang mahasiswa. Tidak tahu apa maksudnya, namun itulah kenyataan dari kehidupan mahasiswa. Yang tidak mungkin ada tadinya, menjadi ada dengan mudah saja. Memang benar, kalau saja tidak ada dia, semua tugasku akan sangat sulit terselesaikan, bahkan terbengkalai. Alasannya satu, tidak punya notebook atau laptop.
Namun apa daya dan upaya bila tidak memilikinya sebagai mahasiswa. Setelah merenung sejenak dan berpikir radikal, akhirnya aku punya jalan keluar, merengek pada orang tua dengan berorasi “Ibu! Ayah! Minta beliin laptop buat ngerjain tugas kuliah,” pintaku sambil guling-guling di tanah yang sesuai skenario yang sudah aku tentukan.
Sebenarnya bisa saja tugas kuliah selesai tanpa harus punya dia, contohnya saja teman sekamarku, Rojikin. Orangnya dingin alias santai bawaannya, mungkin dia satu-satunya mahasiswa yang belum memiliki si penampung data-data perkuliahan yang pernah aku tahu. Kalau dia mau mengerjakan tugas kuliahnya, dia cari-cari kesempatan kapan notebookku dicuekan olehku, itulah hebatnya dia.
Tapi aku tidak bisa seperti anak muda yang berasal dari daerah yang ingin sekali rasanya aku menginjakkan kaki di tanah itu, yaitu Banten. Karena satu alasan yang sederhana, kalau aku tidak punya, lalu aku pinjam ke siapa? Seorang Rojikin pun pasti kewalahan, curi-curi kesempatan bagaimana lagi kalau notebooknya pun tidak ada yang punya dalam satu kamar itu.
Oh iya, perkenalkan, ini aku, namaku Zaeni. Aku adalah mahasiswa semester delapan bisa dibilang semester akhir dalam aturan mainnya. Aku adalah mahasiswa biasa-biasa saja di kampus tercintaku, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung. Walau pun biasa, aku akan mengerjakan satu hal yang luarbiasa, membuat skripsi.
Ini ceritaku sebagai mahasiswa baru yang menginginkan sahabat setia mahasiswa, pertama kali statusku berubah menjadi mahasiswa, dalam benakku terbayang seorang mahasiswa yang terus menenteng notebook atau laptop dengan buku-buku tebal yang ia bawa. Sungguh menakutkan, karena aku hanya seorang anak manusia yang tidak hobi membaca. Sedangkan hobiku, bercanda dan bergurau dengan teman-teman.
Memang benar begitu adanya, “Sekarang sudah menjadi MAHASISWA, bukan siswa lagi,” kata ayahku saat tahu aku diterima disana. “Maka darinya, seorang mahasiswa harus berjuang lebih dari seorang siswa,” lanjut ayah. Ayahku tahu betul apa kebutuhan yang paling dibutuhkan oleh seorang mahasiswa, aku berharap ayah menawariku untuk memiliki satu asset paling berharga bagi seorang mahasiswa dengan berkata, “Notebook atau laptop apa dan bagaimana yang mau kamu beli?”.
Namun anggapanku salah besar, nol besar, ayah malah menyarankan kepadaku dengan saran yang sangat aku tidak suka. “Kalau mahasiswa itu, harus banyak membaca buku,” saran ayah. Tubuhku langsung melemas mendengarkan perkataan itu, tapi memang benar, mahasiswa itu harus banyak membaca. Membaca disini aku artikan bukan membaca buku saja. Melihat kondisi dan kejadian sekitar pun adalah membaca.
Ayah memang menyarankan begitu, kalau aku merengek meminta apa yang aku inginkan pada ayah percuma saja. Karena keuangan keluarga semuanya ibuku yang pegang dan keputusan pun ada pada ibu. Usahaku tidak sia-sia, setelah merengek beberapa jam dengan guling-gulingan di tanah, ibu melihatku kasian juga, yang pada akhirnya mengabulkan satu permintaan yang pasti banyak mahasiswa lain ajukan.
Disinilah start-ku memilih-milih dan tengok sana-sini cari informasi tentang notebook atau yang berkualitas, namun masih bisa terjangkau oleh mahasiswa sepertiku. Setelah bertanya kesana-kemari, terakhir yang aku lakukan sebelum terjun langsung ke lapangan adalah menanyakan pada Mbah Google, yang tahu tentang semuanya, namun tidak so tahu.
Ada satu momen yang tidak bisa aku lupakan dengan si Mbah. Saat iseng-iseng dan rasa penasaran apa yang akan keluar ketika aku mengetik nama “ROJIKIN” pada mesin pencari terbesar itu, ternyata yang keluar adalah seorang politisi di suatu daerah yang sedang menyalonkan dirinya sebagai bupati daerah tersebut. Orang itu berbadan gendut, berkumis tebal dan bernama “Rojikin” pula, tidak ada kepanjangannya. Melihat apa yang sedang terjadi, aku hanya bisa tertawa terbahak-bahak melihatnya.
Si Mbah itu baik sekali, tidak pelit, semua info yang aku butuhkan ia keluarkan ketika aku mencari notebook atau laptop yang sesuai kebutuhanku dengan kata kunci “Notebook Terbaik”, tidak tanggung-tanggung, banyak sekali tipe notebook dan laptop yang menampakkan dirinya padaku. Aku coba melihat satu persatu, sebagai siswa yang masih dalam tahap adaptasi dengan status mahasiswa, aku hanya bisa mengkunsultasikan kembali pada orang yang lebih tahu, setelah si Mbah membimbingku untuk mengetahui macam-macam notebook yang lumayan membuat aku pusing seperti ditimbuk batu dari belakang, yang tepat mengenai bagian belakang kepalaku.
Proses pencarian selesai sudah, namun aku belum menentukkan notebook mana yang akan menjadi pendampingku menjelajahi rimba perkuliahan. Aku sebut perkuliahan itu bagaikan hutan rimba, karena memang kehidupan disana seperti di dalam rimba. Hukum rimba pun berlaku sebagai aturan mainnya. Siapa yang lemah atau malas-malasan, akan jatuhlah ia dan mungkin tidak akan melanjutkan perkuliahannya lagi.
Karena mahasiswa yang pintar akan semakin pintar dan yang biasa sama seperti biasanya serta yang kurang pintar akan semakin merosot karena semua kesempatan akan tertutup oleh mahasiswa yang pintar. Memang, semuanya harus berlomba-lomba, namun beginilah bekerjasama dengan orang-orang pintar. Mereka akan bekerja sendiri saja, tanpa memedulikan teman sekelasnya, itu hanya menurutku. Bagaimana menurut kalian?
Ketika dia berkenan mengasih tahu tentang satu tugas, dia hanya memberi tahu deadline tugasnya saja. Tidak memberi tahu bagaimana cara mengerjakan tugas tersebut. Dan aku sempat bertanya-tanya, “Apa yang sedang mereka pikirkan!?” tanyaku dalam hati. Apa mereka takut image kepintarannya tersaingin oleh temannya! Tapi itu bukan urusanku, aku hanya bisa berjuang sendiri. Karena yang menentukan kedepannya hanya aku sendiri.
Pemburuan notebook pun berlanjut dengan memutuskan terjun langsung ke lapangan. Supaya jelas notebook apa yang sesuai kebutuhanku. Namun bukannya tidak dengan bekal yang ada dalam kepalaku, karena kalau aku mau membeli sesuatu, apa lagi di saat seperti ini, sedikit pengetahuan harus ada.
“Harus punya bekal kalau mau kemana-mana itu,” ayah berpesan padaku saat kecil dulu. Ini pesan yang membuatku terus mempersiapkan diri kalau aku mau pergi, walau pun hanya keluar rumah satu langkah. Bekalnya bermacam-macam, bisa saja dengan sebuah pengetahuan tentang apa yang mungkin aku lihat di luar sana.
Contohnya saja saat aku mau keluar dari kamarku yang akan membeli jus alpukat. Sebelum berangkat dan sebelum membelinya, aku harus tau apa manfaat buah alpukat untuk tubuhku. Dan ternyata, alpukat itu baik untuk kesehatan kulit dan rambut kita, yang di dalamnya mengandung vitamin E yang akan melindungi kulit dan tambut kita dari radiasi sinar matahari.
Mungkin aku sudah siap untuk memilih, dengan pengetahuanku yang sangat sedikit ini. Namun aku percaya, aku akan menemukan pengetahuan yang baru ketika nanti bertanya-tanya pada penjaga di setiap tokonya. Aku yakin mereka semua ramah-ramah, karena keramahannya aku yakin juga mereka tidak akan pelit berbagi informasi tentang notebook.
Aku pergi bersama dua teman baikku, ke tujuan yang sudah ditentukan. Kita pergi ke sebuah tempat pusat perbelanjaan elektronik di kotaku sebagai mahasiswa. Ini adalah pengalaman pertama kalinya untukku saat itu, saat baru beberapa bulan menikmati indahnya kota kembang. Aku pergi dengan rasa bangga, kenapa tidak? Ada tiga kebanggaan yang ku bawa saat itu.
Pertama, ini kebanggaan yang paling aku banggakan, yaitu kepercayaan orang tua. Seumur hidupku sebagai manusia baru saat itu orang tuaku mempercayai aku untuk menjaga uang yang tidak sedikit jumlahnya, dan yang paling penting lagi, aku dipercaya untuk membelinya sendiri. Siapa coba yang tidak bangga ketika kita dipercaya oleh orang tua? Pasti semua manusia merasakan kebanggaan tersendiri ketika orang tuanya percaya pada dirinya.
Kebanggaan yang kedua, menikmati indahnya kota Bandung malam hari. Karena ini pengalamku yang pertama kali mengelilingi kota Bandung juga, hal ini menjadi kebanggaan tersendiri untukku. Bandung itu indah walau di siang hari, namun aku terkejut dengan keadaan Bandung di malam hari. Sungguh indah, semoga keindahannya tetap terjaga.
Dan ini kebanggaanku yang ketiga, atau kebanggaanku yang terakhir, mempererat persahabatan. Namanya Abul dan Abdul, tapi ingat, mereka bukan kembar. Namun namanya saja yang hampir mirip. Abul orangnya terlalu emosional, namun dengan candaanku sifatnya bisa aku redam. Sifat Abul dan Abdul memang berbanding terbalik, kalau Abdul orangnya murah senyum, sampai-sampai tiang besi pun ia cium. Namun itu kenangan SMA dulu, saat kita bermain futsal bersama.
Karena lapangan futsal di sekolah kita terbuka dan serba guna, ada dua tiang yang berdiri tegak di sebelah kanan dan kiri lapangan. Katanya tiang itu digunakan untuk bermain voli yang tingginya masing-masing 2 meter, “Untuk net ketika ingin bermain bola voli,” jelas divisi olahraga sekolah.
Ketika mengetahui aku akan membeli notebook atau laptop, mereka berdua saling menyarankan padaku untuk membeli notebook dan laptop kepercayaan mereka. Aku pun percaya, mereka pasti menawarkannya dengan banyak pertimbangan padaku. Sehingga ketika aku memutuskan membeli notebook dan laptop yang mereka sarankan, aku tidak kecewa. Tapi aku percaya, semua notebook dan laptop itu bagus kualitasnya. Namun ada yang cocok dan tidak dengan pemiliknya.
Saran Abdul sangat baik dan menarik, sehingga aku mempertimbangkan sarannya. Dia membagi informasi kepadaku tentang notebooknya yang ber-branded ASUS. Katanya, notebook ASUS itu paling nyaman untuk digunakan oleh aku, dia dan mereka sebagai mahasiswa. Memang benar kata Abdul, rata-rata teman sekelasku kebanyakan memakai notebook ASUS. Namun aku belum percaya, apakah benar notebook ASUS itu nyaman digunakan bagi mahasiswa.
Setelah berkeliling mengitari pertokoan yang ada di pusat perbelanjaan elektronik ternama di Bandung, aku mencoba untuk mendengarkan perkataan seorang Abdul yang menyarankanku menggunakan ASUS. Aku mendekati sebuah toko yang didominasi oleh tulisan ASUS, aku penasaran dengan yang namanya ASUS itu.
Seorang penjaga toko menghampiri kami yang sedang memelototi satu barang yang lumayan memikat mata untuk terus memandangnya. Dan akhirnya, aku mencoba untuk melihat-lihat dan memegang-megang, tentunya setelah meminta izin dari sang penjaga toko. Aku colek dia, aku pandang dia dan aku pijit dia dengan lembut dengan mengajukan beberapa pertanyaan.
Setelah beberapa ribu kali aku berpikir, akhirnya pilihanku jatuh padanya. Ia bernomor model A43S, aku tidak mengetahui lebih jauh tentang laptop ini. Namun aku merasa nyaman berdekatan dengannya. Merasa jari-jariku ingin terus menari diatas keyboard yang lembut ini. Dan aku memutuskan untuk bisa memilikinya.
Persetujuan demi persetujuan aku lewati untuk mendapatkannya. “Mau nunggu atau jalan-jalan dulu?” Tanya sang penjaga toko. Aku memutuskan untuk berjalan-jalan sambil melihat-lihat indahnya dunia elektronik. Ternyata butuh waktu beberapa jam untuk bisa membawanya pulang. Karena harus menghidupkannya dari tidur panjang.
Aku tidak sabar untuk bisa bersamanya, berjuang mengalahkan samudera perkuliahan. Mudah-mudahan dia sahabatku yang paling setia saat aku menjadi mahasiswa. Bahkan jika berkenan menjadi penghibur hatiku disaat aku bergulat dengan masalah-masalah kemahasiswaan. Contoh kecilnya saja, bisa menjadi teman disaat malam hari yang sepi, dimana teman-teman kampusku berpisah sejenak yang terhalang oleh dinding malam.
Saat aku berjalan-jalan aku sempat berpikir kembali, “Mengapa aku memilih laptop ASUS, kenapa tidak memilih yang lain?” pikirku dalam hati. Namun ada alasan tersendiri yang menguatkan aku tetap pada pilihan itu. Yang pertama tentunya terlanjur, memang benar, aku terlanjur memilih laptop ASUS yang sudah bertransaksi sebegitu rumitnya.
Selanjutnya, aku menemukan satu hal yang tidak biasa ketika melihatnya. Aku langsung tertarik olehnya. Seperti seorang pria menyukai seorang wanita pada pandangan pertama. Satu hal yang tidak biasanya pun terlihat sekarang, karena aku adalah gamer, laptop ini juga tidak susah untuk diajak bermain game. Dengan RAM 2 GB saja sudah cukup untuk bisa bermain game PES (Pro Evolution Soccer) mah. Jadi aku tetapkan, aku tidak akan menyesal telah memilih dia.
Alasan yang paling menguatkan aku untuk memilihnya, yaitu ketika sang penjaga menjelaskan secara gamblang tentang merk ASUS. Alasan pertama tentunya berkaca pada dunia yang semakin berkembang pesat saat ini, terutama dunia gadget, tentang bagaimana kualitas dari ASUS itu sendiri. Ternyata, ASUS itu penguasa motherboard paling laris di dunia, katanya. Kalau aku sekedar tahu saja, jadi saat itu aku hanya bisa iya-iya saja, tapi ini sangat bermanfaat bagiku.
Usut punya usut, kata sang penjaga yang berkulit putih dan badan tinggi kecil itu, setiap dari tiga komputer yang ada di dunia atau yang teman aku punya, salah satunya menggunakan motherboard ASUS. Aku merasa bangga bisa berkesempatan memilikinya. Kalau saja ada teman yang bilang apa kelebihan dari ASUS, aku akan langsung jawab dengan senang hati, “ASUS itu motherboard terlaris di dunia.”
Selain itu juga, aku kaget ketika aku akan pergi meninggalkan toko itu saat mendengar, “Garansinya 2 tahun ya kang (“Kang” panggilan akrab di kota Bandung bagi orang muda yang belum saling kenal),” kata sang penjaga. Kebanyakan dari teman-temanku yang menggunakan laptop itu bergaransi hanya satu tahun yang aku tahu. Tapi ASUS memberikan pelayanan terbaiknya dengan memberikan garansi dua tahun. Aku semakin yakin, bahwa ASUS terbaik dalam hal apa pun.
Apalagi ketika sang penjaga melanjutkan pemaparannya tentang ASUS yang satu ini, kelebihan laptop ini juga ada pada VGA-nya, yaitu Nvidia GeForce GT, yang memudahkan aku bermain game apa pun kata sang penjaga. Semakin senanglah hatiku saat itu, bukan hanya kesenangan semata, aku juga harus banyak berterima kasih pada sang penjaga, karena telah memberikan banyak informasi yang mencerdaskan pembeli.
Aku hanya bisa tersenyum bangga saat melihat Abul dan Abdul, terutama kepada Abdul yang menyarankan aku untuk membeli laptop ASUS. Dia juga baru menyadari bahwa ASUS itu merk terbaik yang pernah ada. Dia terlihat sangat bangga mempunyai notebook ASUS, tidak terkecuali aku, sang pemilik baru ASUS dengan nomor model A43S.
            Waktu pun terus berjalan, tidak terasa aku sudah bersamanya sampai selama ini. Banyak sekali manfaat yang aku rasakan dari laptop ASUS ini. Salah satunya saja, keyboard yang tidak begitu berdekatan, antara satu huruf dengan huruf lainnya ada renggang jarak. Sehingga memudahkan aku untuk mengetik dengan secepat mungkin.
Namun bukan ahli, secepat mungkin itu hanya persaanku saja. Padahal menurut orang lain belum tentu itu cepat, karena hanya mengandalkan beberapa jari saja, tidak bisa sampai sepuluh jari. Seperti orang-orang yang terbiasa dengan dunia ketik-mengetik. Aku hanya bisa menyarankan, bagi kamu yang suka dengan dunia ketik-mengetik, sebaiknya menggunakan laptop ASUS yang satu ini (A43S).
Satu catatan lagi yang mesti semua tahu, touchpad yang lebih sensitif memberikan kenyaman bagi penggunanya. Sehingga ketika ingin double click, user tidak usah susah payah harus menekan berkali-kali. Cukup dengan dua sentuhan yang setiap sentuhannya dibarengi dengan perasaan.
Semester satu berlalu, semester dua berlalu, sampai pada semester delapan atau semester akhir. Aku dengannya nyaman-nyaman saja, tidak ada halangan yang berarti. Walau dulu, ketika aku menginjak semester empat, pernah ada satu konflik yang hampir menghancurkannya. Namun lagi-lagi aku bangga terhadapnya, bisa menahan tekanan yang begitu kuat.
Saat itu, aku sedang mencari celana jeans yang akan aku pakai pada sore hari. Tapi aku tidak menemukan celana yang sedang aku sayangi itu. Karena kesal tidak kunjung menemukannya juga, aku coba bertanya pada ibuku yang memang menyimpan setiap baju dan celanaku. Namun ibu malah menyuruhku untuk terus mencarinya di lemariku.
Aku pun sedikit kesal karena memang celana itu tidak ada di lemariku. Ibu terus ngotot bahwa celananya ada di lemariku. Aku semakin kesal karena tidak menemukannya untuk kesekian kali aku mencarinya. Tidak sadar ada laptop tepat di belakangku, aku langsung duduk dengan wajah menyimpan kekesalan.
Tidak sadar apa yang aku duduki itu apa, perasaanku sudah tidak enak. Ternyata laptopku menjadi korban kekesalanku, aku tidak sengaja mendudukinya. Namun anehnya, laptop ini tidak apa-apa setelah aku periksa. Sebenarnya aku tidak percaya dengan apa yang telah terjadi pada waktu itu, aku pun masih merenungkannya sampai saat ini.
Dan aku ingat satu hal saat sang penjaga toko yang dulu aku membelinya, bahwa ASUS itu tahan banting dan dapat diandalkan. Ini informasi yang sangat melegakan hati, karena yang aku tahu, ketika laptop atau notebook itu diduduki dengan beban yang lumayan berat, kira-kira beratku 60 Kg, maka laptop atau notebook itu minimal retak engselnya.
Intinya aku sangat bangga bisa memilikinya, aku sangat bersyukur bisa dipertemukan dengan laptop terbaik ala ASUS. Aku percaya setelah semuanya terbukti, bukan hanya janji yang belum tentu memberikan kepuasan hati. Kini saatnya kamu yang sedang memburu laptop terbaik dan terfavorit kamu.
http://www.asus.com/id/Static_WebPage/ASUS_Blog_Contest/