Hadapi
dengan Sabar
Assalamu’alaikum sobat-sobatku
yang berbahagia, kalau kamu yang sedang sedih menyesali apa yang sudah terjadi,
kamu termasuk orang-orang yang merugi sob. Soalnya, hidup ini cuma sekali,
lebih baik kita perbaiki yang sudah terjadi. Maka darinya sob, berbahagialah.
Alhamdulillah, aku bisa
berjumpa lagi dengan kamu-kamu yang selalu ingin bangkit dari hari ke hari. Aku
sebenarnya minder lho sama kamu yang terus ingin menjadi lebih baik setiap
harinya. Tapi kalau aku minder doang kayanya percuma saja sob, lebih baik aku
segera mengganti kebiasaanku yang malas ngapa-ngapain ini menjadi apa-apaan. Biar
saja lah orang bilang apa-apaan, yang penting kita nggak ganggu mereka, iya
nggak? Dan yang paling penting lagi, kita bisa menunjukkan kepada mereka bahwa
yang tadinya apa-apaan menjadi sesuatu yang membanggakan. Eh sob, aku sekarang
lagi seneng nyanyi nih, tapi bukan karena aku mau ikutan Indonesian Idol
atau acara nyanyi gitu. Kamu
coba dengerin dech, yang tau lagunya nyanyi bareng ya..
Mungkin hanya lewat
lagu ini
Akan ku nyatakan rasa
Cintaku padamu rinduku
padamu
Tak bertepi[1]
Sob, aku lagi kangen
sama ayahku nih sob. Karena aku sekarang sedang jauh dengannya sedangkan aku sangat
mencintainya, jadi aku nyanyikan lagu ini dech, maaf ya kalau kurang enak
nyanyinya. Hehehe… Eh tau nggak sob? Ayahku itu adalah pelatih kehidupanku yang
sangat langka bagiku. Maka darinya aku sangat bangga pada sosok yang tak pernah
kenal putus asa itu. Mungkin kalian juga akan tersentuh hatinya setelah
menelusuri karyaku yang sangat sederhana ini.
Oh iya sob, aku mau
cerita sesuatu nih tentang aku dan ayahku. Gini sob, kalau kita mau jadi orang
sabar itu pasti susah banget kan rasanya!? Sedikit saja teman kita menyakiti,
apalagi sampe menyinggung perasaan kita, wah kayanya udah dech sob, nggak tau
apa yang akan terjadi. Tapi nih sob, ayahku punya cara tersendiri membuat
anaknya bisa bersabar seperti yang selalu ia perlihatkan setiap saat. Aku
selalu berkaca dan bercerita pada ayahku tentang apa pun, bahkan tentang kisah
pengalamanku dalam menjalin hubungan dengan perempuan, biasalah anak muda yang
mau mencoba jadi dewasa. Hehehe… Ayahku sesuatu banget dech pokoknya mah sob!
Ini kisahku dengan ayah
saat kecil dulu hingga sekarang, yang selalu membuat susah di setiap keadaan.
Tapi sob, ayahku selalu memberikan angin kesejukan dalam perjalanan hidupku.
Dari aku yang masih imut sampai aku yang amit. Mungkin ayah nggak akan mengakui
aku lagi kalau saja ia nggak bisa menunjukkan sifat super sabarnya, dengan
terus melihat aku berperilaku seperti bukan anak manusia. Karena
kesabarannyalah, aku bersyukur masih dalam naungan didikannya. Alhamdulillah…
Sebelum aku cerita
lebih panjang, kita kenalan dulu ya. Ini aku, namaku Zaeni, usiaku sekarang
menginjak angka 21 tahun sob, udah tua ya. Hahaha… Karena aku adalah anak
pertama dari tiga bersaudara di keluargaku, aku selalu mempermasalahkan hal
yang kecil. Selalu ada saja sob, pertanyaan yang keluar dari mulutku walau itu
sebenarnya nggak perlu. Bahkan, masalah kecil dengan sahabat-sahabatku saja
bisa menjadi besar, tadinya sih karena aku mau semua masalah dalam hidupku
terselesaikan dengan cepat tanpa basa-basi. Tetapi bukannya terselesaikan,
malah menjadi rumit kalau aku yang terperangkap dalam masalah itu.
Karena itulah, aku
sangat bersyukur mempunyai sang motivator terhandal yang pernah aku kenal,
yaitu ayahku sendiri. Ia nggak bosan-bosannya terus menasehatiku, walau pun
hasilnya masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Tapi ayah menghadapinya
dengan enjoy saja, dan dia berkata gini sob, “Namanya juga anak-anak.”
Kamu pasti jarang
banget kan, denger seorang ayah mengatakan hal seperti itu ketika anak-anaknya
nakal luarbiasa!? Karena itulah aku selalu membanggakan dan menjungjung tinggi
rasa hormatku pada seorang ayah yang mungkin tidak sama dengan ayah-ayah yang
lainnya. Aku terharu mendengar perkataan itu, dan aku sangat membanggakannya.
Dan ini ayahku, namanya
Taqyin, yang sudah menginjak usia hampir 50 tahun, yang tetap semangat untuk selalu
memberikan wejangan nasihat yang terus menghangatkan jiwaku. Setiap berada di
dekatnya, aku merasa sedang berada di pesawahan yang hijau dengan berhembus
angin sejuk yang siap menina bobokan mataku ini sob, oooh begitu indahnya. Oleh
karena itu, saat aku jauh, aku sangat rindu sentuhan kata-katanya,
pesan-pesannya yang mungkin bila semua orang tahu bisa mengguncangkan jiwa
mereka juga.
Aku ada satu lagu nih
sob, buat menggambarkan bagaimana ayah adalah seseorang yang sangat berpengaruh
dalam hidupku:
Kau begitu sempurna
Dimataku kau begitu
indah
Kau membuat diriku
Akan selalu memujamu
Disetiap langkahku
Ku akan selalu memikirkan dirimu
Tak bisa ku bayangkan hidupku tanpa cintamu
Janganlah kau
tinggalkan diriku
Takkan mampu menghadapi
semua
Hanya bersamamu ku akan
bisa
Kau adalah darahku kau adalah jantungku
Kau adalah hidupku lengkapi diriku
Oh ayahku kau begitu, sempurna[2]
Sebelum menikah, ayah
adalah anak kuli dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya, yang berjuang demi
melanjutkan satu tekad menempuh pendidikan tinggi. Ia bertekad untuk terus
mencicipi pendidikan setinggi-tingginya. Namun sob, jangan menganggap sekarang
ayahku adalah seseorang yang bergelar, dengan bekerja seadanya membuat ayah
putus sekolah oleh biaya. Karena kalau nggak ada pekerjaan dalam beberapa bulan
saja, ayah nggak bisa melanjutkan sekolahnya lagi. Dengan alasan, ayah nggak
bisa membayar uang bulanan dan buku.
Pendidikan ayah pada
waktu itu hanya mampu sampai tingkat menengah atas saja, itu pun hanya kelas
dua. Karena setelah itu ayah menjadi perantau ke daerah nan jauh dari
daerahnya, yang sekarang menjadi kampung halamannya. Menurut analisisku sob, kayanya
ayahku ini anak yang paling mandiri di keluarganya. Karena yang jauh dari
keluarganya hanya ia seorang, yang berusaha menemukan kebahagiaan hidup dengan
merantau jauh hanya ia sendiri dari empat bersaudara yang keempat-empatnya
adalah laki-laki.
Ayah selalu bercerita
tentang bagaimana aku bisa bersabar dan menahan amarah tentang sesuatu yang
mengganggu dan tidak perlu dipermasalahkan lagi. Bahkan yang sangat menyakitkan
sekali pun sob, karena memang hidup ini seperti itu adanya. Banyak yang
perihnya ketimbang bahagianya, tapi hidup harus berlanjut kalau kita mau
mendapatkan kebahagiaan sob. Nggak bisa dong, kita mengakhirinya dengan begitu
saja, iya nggak? Kata ayah juga, “Jangan menyerah, jalani walau perih”.
Pesan ayah persis
seperti lagu grup band yang vokalisnya bernama Rian, ya Rian D’Masiv, nyanyi
bareng yuk.
Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anugerah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik
Tuhan pasti ‘kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasanya
Bagi hambanya yang sabar
Dan tak kenal putus asa
Jangan menyerah… Jangan menyerah… Jangan
menyerah[3]
Sebenarnya ini
memberikan kesan kepadaku sob, bahwa ayah tidak mau anaknya menyerah begitu
saja dalam memerangi perihnya hidup ini. Bahkan bukan cuma kepada anak
sulungnya dan anak-anaknya saja, ayah mau semua anak mendengarkan pesan ini.
Sehingga anak-anak generasi selanjutnya bisa menunjukkan sikap berkompetesi
tanpa kenal putus asa, dan selalu berdo’a kepada yang Maha Kuasa.
Sekarang kita
sekeluarga tinggal di kampung yang masih sejahtera kehidupannya, kebanyakan
orang disana adalah petani, karena kampungku dikelilingi sawah yang menghampar
luas. Ayahku juga petani, tapi bukan cuma petani, ayahku juga berperan sebagai pelatih
Voli di kampung. Jangan salah sob, walau hanya di kampung, ayah sudah terkenal
di berbagai daerah. Contohnya saja di kecamatan dan di daerah kelahirannya,
Indramayu, saat itu. Voli memang sudah menjadi bagian hidup ayah. Bahkan, biaya
sekolah menengah atasnya yang hanya sampai kelas dua ketika itu, selain dari
kerja sebagai kuli, ia hasilkan dari bermain voli di sekolahnya sob!
Sering mengikuti
pertandingan bola voli antar sekolah dan ketika bisa keluar sebagai jawara,
membuat bayaran bulanannya diringankan, bukan digratiskan, tapi hanya
diringankan. Semangat inilah sob, yang ayah ingin terus tularkan padaku dan
pada kamu-kamu, semangat berkompetisi untuk menjadi yang lebih baik, tidak
kenal kata “Tidak bisa” sebelum mencoba. Lihat saja perjuangan ayah, nggak mau
anaknya kurang mendapatkan pendidikan, ayah terus memaksakan dirinya untuk
mendorongku melanjutkan sekolah sampai akhir hayat. You are my hero Dad…
Saat aku menginjak SMP,
aku bingung, ayah akan menyekolahkanku kemana lagi. Aku hanya bisa berharap
sekolahku terus berlanjut. Dan nggak disangka-sangka sob, ayah mendaftarkanku
ke sekolah yang lumayan mahal di daerahku. Sekolah itu adalah Pondok Pesantren
Darussalam yang berada di daerah Kasomalang-Subang, yang terkenal dengan
disiplin dan bahasanya (Arab dan Inggris), dan ini adalah sekolah standar
orang-orang yang “punya”, sedangkan aku? Modal nekat sob!
Karena ayah selalu
berpikir, kita nggak tahu apa yang akan terjadi di depan sana. Mungkin baik dan
tak jarang juga buruk. “Tapi itu semua akan tercermin dari usaha kita saat ini”
kata ayahku, “Bola voli yang dipukul saat melakukan serven dengan benar, akan
meluncur dengan benar pula. Berbeda dengan bola yang saat dipukulnya saja
salah, pasti meluncur kemana saja.” Ayah menambahkan.
Sebagai pelatih voli,
semua yang terjadi padaku selalu ayah kaitkan dengan filosofi bola volinya sob.
Dari mulai nasihat-nasihatnya, sampai tegurannya pun selalu ia kaitkan dengan
olah raga yang dalam peraturannya hanya boleh menggunakan tangan saja, walau
pun tak jarang menggunakan kaki juga, tapi itu kadang-kadang saja. Namun
semuanya membuat aku bahagia, nasihatnya dapat mengunggah semangatku yang
sedang turun drastis menjadi naik tak terbendung. Dan ini nih sob, salah satu
kesabaran ayah saat mendapatiku terluka memar di pipi kananku.
Ceritanya gini sob, saat
itu aku duduk di kelas 4 SD, disinilah mulai bermunculan konflik-konflik dengan
teman sekelasku dan tak jarang juga dengan kakak kelas alias seniorku. Diantaranya
aku sering bertengkar dengan temanku yang bernama Iwan. Orangnya tinggi besar
sob, kaya atlet gulat, sedangkan aku, aku hanya si cungkring yang mengandalkan
keberanian semata.
Ironisnya sob, Iwan
adalah teman terbaikku di luar sekolah, bisa dibilang sahabat karib, sahabat
dekat. Karena selalu bermain bersama, bahkan orang tuaku sangat dekat dengan
orang tuanya. Mungkin karena aku sering bercanda berlebihan dengannya, sehingga
menimbulkan “percikan-percikan api” yang melukai hati diantara kita berdua.
Tadinya aku takut untuk
bercerita kepada ayah tentang ini sob. Namun setelah kejadian perkelahian yang
sangat menguras tenaga antara aku dan Iwan, aku terpaksa menceritakan apa yang
sering terjadi antara dua sahabat dekat ini. Itu semua karena ayah melihat luka
memar dibagian pipi sebelah kananku. Sehingga mau tidak mau aku harus bercerita
apa yang telah terjadi padaku.
Aku sangat takut kalau
saja ayah marah sob. Tetapi fakta yang terjadi malah sebaliknya, ayah malah
mengobati luka yang lumayan menyiksa diriku itu. Dan aku masih ingat apa kata
ayahku saat mengobati luka memarku. “Ya sudah lah, jangan memikirkan yang sudah
terjadi. Tinggal memikirkan kedepannya bagaimana. Mau kaya gini terus atau mau
berubah?” ucap ayah dengan nada rendahnya.
Perkataan ini membuatku
berpikir saat itu juga sob, menggerakkan hatiku untuk bisa menunjukkan bahwa
aku bisa berubah. Ayah sangat sayang padaku, dan ini menimbulkan pertanyaan
terhadap diriku sendiri. Apakah aku tidak sayang sama ayah? Kalau memang
sayang, aku harus memberikan yang terbaik bagi ayah. Ini kalimat pertanyaan dan
pernyataanku saat itu sob.
Tapi aku nggak mau berubah
dengan hanya ada maunya saja, atau karena ditegur oleh ayah saja. Aku mau
berubah dengan benar-benar berubah, dari yang tadinya hanya bisa membuat
orang-orang kesal, menjadi orang yang bisa dibanggakan oleh orang lain, terutama
ayahku. Seperti lagunya yang satu ini sob, lagu Edcoustic yang berjudul
“Berubah”:
Tuhan aku hanya manusia
Mudah berubah lagi dala
sekejap
Tuhan aku ingin berubah
Dan kubertahan dalam
perubahanku[4]
Disini aku mendapatkan
satu hal yang tidak lazim bagi orang tua pada umumnya sob, yang ketika melihat
anaknya berkelahi dengan temannya. Kebanyakan orang tua akan memarahi
habis-habisan anaknya sendiri, tak jarang juga dengan pukulan, padahalkan
mereka adalah anaknya sendiri, bahkan yang paling parah sampai menyalahkan
orang lain. Sedangkan mereka nggak tahu apa yang terjadi dengan anaknya,
mungkin saja anaknya yang membuat masalah sampai terjadi seperti itu.
Ayah menyadarinya betul
tentang itu sob, maka darinya ayahku nggak pernah menyalahkan orang lain walau
pun mungkin mereka yang salah. Dan benar apa kata ayah tadi, yang sudah terjadi
ya terjadi, karena yang sudah terjadi nggak bisa dirubah lagi sob, yang ada
kita membuka perubahan baru dalam diri kita, yang artinya, kita harus merubah
hari-hari kita kedepannya. Dan sikap orang tua harusnya menyemangati dan
menasehati anaknya, supaya bisa merubah kebiasaan seperti itu, tidak melakukan
hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain lagi.
Kamu pasti bertanya-tanya,
apakah aku menerima hukuman atau nggak? Ayah pernah berpesan, “Hukuman mesti
ada bagi si pelanggar.” Tapi nggak mesti dengan kekerasan juga kan? Ayah sangat
hati-hati dalam mendidikku sob, yang artinya, hukuman bukan berarti kekerasan
yang hanya akan membunuh kreatifitas anaknya. Ayah pun memberikan hukuman yang
lumayan berat padaku sob, bahkan sangat berat yang kurasakan. Namun hukuman
ayah dengan orang tua lainnya sangat berbeda jauh yang aku tahu. Karena ayah
menghukumku dengan menyuruhku harus belajar pada malam hari dalam satu minggu full, tanpa terkecuali. Sehingga yang
tadinya aku memelototi TV dan malas belajar saat malam hari, setelah kejadian
itu aku seperti orang yang paling rajin sedunia!
Ayahku orang yang
sangat disiplin sob, karena itulah hukuman nggak akan lepas dari sistemnya
untuk mendidik anak-anaknya. Sebenarnya, hukuman ini membuatku bosan melakukan
pertengkaran dengan kawanku lagi. Ketika anggota keluarga yang lain bisa
menonton TV saat malam hari, sedangkan aku harus menonton buku pelajaran
terlebih dahulu untuk bisa menyaksikan film kartun kesayanganku, Captain
Tsubasa.
Kamu pasti tahu kan,
tokoh kartun yang satu ini? Bagi kaum laki-laki, mungkin juga perempuan. Ketika
masa kecilku dulu, kartun ini sangat fenomenal sob. Tayang pada malam hari, pas
banget saat jam-jam belajar anak sekolah. Aku sangat memfavoritkan tokoh kartun
yang satu ini. Karena ia penuh semangat, tidak mengenal lelah dan rintangan
yang ada selalu ia selesaikan dengan tuntas. Namun sob, saat hukuman itu ayah
berikan, aku nggak bisa menyaksikan perjuangan sang kapten lagi. Ayah tahu saja
apa hukuman yang dapat menyiksa anaknya supaya nggak melakukan hal yang nggak
perlu lagi.
Setelah kejadian itu,
ayahku selalu berpesan, agar aku menghadapi sesuatu itu harus dengan hati,
jangan pake emosi, katanya sob. Seperti enam orang pemain voli yang berada dalam
satu lapangan. Mereka harus bersabar saat salah satu teman mereka melakukan
kesalahan. Nggak harus memarahinya, karena dengan memarahinya malah memperburuk
keadaan. Dia yang tadinya bersemangat untuk bermain, malah hilang semangat
juangnya dengan begitu saja. Karena dia berada dalam tekanan sob, bukan tekanan
yang datang dari lawannya, tetapi tekanan yang ditimbulkan oleh rekan satu
timnya sendiri.
Kata ayahku, lebih baik
tekanan itu datangnya dari lawan, daripada dari kawan. Kalau tekanan itu dari
lawan, kita pasti sudah siap menghadapinya, karena itu adalah resiko seorang
pemain. Sama seperti pemain sepakbola, tekanan dari lawan pasti ada dan mereka
pasti sudah menyiapkan solusinya. Tapi, kita nggak tahu tekanan dari kawan kapan
akan datang dan kita nggak siap menerimanya. Akhirnya, permainan kita kacau
sob, pelatih nggak percaya lagi dech sama kita dan digantikan pemain lain.
Terus kalau kita mau jadi pemain yang dapat dipercaya lagi, kita mesti berjuang
dengan keras dari bawah lagi sob.
Jadi benar kata ayah,
kita harus menghadapi sesuatu itu dengan sabar. Jangan terburu-buru, kita mesti
analisis dulu apa yang membuat sesuatu itu terjadi sob. Jangan asal melihat
kejadian itu salah, memang hal itu salah, namun pasti ada sebab dan akibatnya
saat kita melakukan kesalahan itu. Mungkin saja dia nggak sengaja melakukan hal
itu, mungkin juga terpaksa melakukan hal tersebut, dan masih banyak
mungkin-mungkin yang lainnya, iya kan sob!
Karena kita nggak tahu kan
sob, apa yang ada dalam pikiran seseorang, nggak tahu apa yang sedang teman
kamu pikirkan, walau pun kita sangat dekat dengannya. Kata ayah juga, kita husnudzon saja dengan apa yang mereka
kerjakan. Karena kita nggak tahu apa maksud dari mereka mengerjakan hal itu,
iya nggak?
Dengan kesabaran semua
pintu kebaikan akan terbuka sob. Dengan kesabaran pula, kita bisa menjadi
pribadi yang dihormati. Contohnya saja ayahku ini, ia orang yang bisa
menunjukkan kesabarannya, yang pada akhirnya aku sangat kagum dengan kesabaran
ayah. Sebenarnya bukan hanya aku yang mengaguminya, banyak orang yang di
sekitarnya benar-benar menghormati sosok yang berbadan kecil ini, dari
saudara-saudara kandung ibu, sampai tetangga dekat dan jauh sekali pun.
Kalau di kampung memang
begitu, tetangga tuh nggak cuma yang rumahnya berdekatan saja sob. Tapi
sekampung kita sebut tetangga, karena semuanya mengenal baik setiap orangnya.
Artinya, silaturahim di kampung itu lebih terjaga ketimbang di kota. Kalau di
kota, rumahnya berdekatan pun belum tentu anggota rumah itu mengenal dengan
baik.
Oke lah kalau begitu,
aku mesti berusaha membangkitkan dan melatih kesabaranku untuk sebuah
kemenangan, kamu juga ya. Karena sabar itu nggak gampang sob, nggak segampang
kita membalikan telapak tangan. Jadi harus ada metode-metode yang mesti aku
pelajari lagi dari ayah. Dan ini pesan terakhir dari ayah yang selalu melekat
di hatiku, “Siapa pun yang bisa bersabar, maka ia akan dipermudahkan dalam setiap
hal apa pun.” Tentunya dalam hal kebaikan dong, aku sempat ingat perkataan guru
ngajiku yang hampir mirip dengan perkataan ayah tadi, katanya gini sob, “Kesabaran
akan menolong dalam setiap pekerjaan”. Maka darinya aku sempat menyimpulkan
juga begini, pake bahasa inggris ya, biar keren dikit. Hahaha… “To be
patient is the important thing to solve what your problem and the way to get
what you want.” So, ada satu lagu lagi nih dari grup band Letto, yuk kita
nyanyi bareng lagi:
Walau sehari ku tak
berhenti
Untuk mencari bunga
hati
Oh
rasa cinta bersabarlah menantinya
Oh
rasa cinta bersabarlah menantinya
Begitu lama aku mencoba
Dan sampai kini tak
berdaya
Oh
rasa cinta bersabarlah menantinya
Oh
rasa cinta bersabarlah menantinya
Walau ku tak punya
Tapi ku percaya cinta
itu indah
Walau
tak terlihat
Tapi
ku percaya cinta itu indah
Oh rasa cinta
bersabarlah menantinya
Oh rasa cinta
bersabarlah menantinya[5]
Sekarang aku percaya sob, bahwa dengan bersabar itu
semuanya akan indah pada waktunya, setelah aku bernyanyi dan menghayati lagu
yang diatas itu tuh. Dengan bersabar, yang kita nggak punya pun akan terasa
indah bila kita mensyukuri yang ada. Bahkan, yang nggak terlihat pun bisa
menjadi indah rasanya. Aku akan menetapkan bahwa aku akan mencoba untuk menjadi
lebih bersabar dan akan selalu ingat pesan-pesan ayahku yang sangat luarbiasa. Ayah
memang pelatih kehidupanku yang paling aku tunggu sob, sepertinya nggak ada
lagi orang yang mampu membuatku tersadar akan semua ini kalau bukan ayahku
sendiri sob. Thank you very much dad…